SURABAYA – Pelaku industri baja masih terus menyasar pasar ekspor baru meskipun, di tengah tekanan harga. Bahkan, beberapa perusahaan menyatakan rugi karena harga jual lebih rendah daripada beban pokok mereka.
Direktur Gunawan Dianjaya Steel (GDS) Hadi Sutjipto mengatakan, pertumbuhan industri baja di tanah air masih ada di beberapa bagian. Namun, keuntungannya tergerus karena harga jual yang terus jatuh. ’’Baja termasuk komoditas yang harganya ditentukan pemimpin pasar global. Jadi, kami tidak bisa menentukan harga sendiri,’’ tuturnya saat public expose di Surabaya Jumat (7/11).
Hal tersebut terlihat dari catatan kinerja emiten berkode GDST per September 2025. Untuk ekspor, perseroan mencatatkan volume penjualan steel plate sebanyak sebanyak 10.842 metrik ton (MT). Angka tersebut, tumbuh 317 persen dibandingkan volume penjualan ada periode yang sama tahun lalu sebesar 2.594 MT.
Di pasar domestik, penjualan steel plate juga naik sebanyak 2,47 persen. Sedangkan, sales baja setengah jadi turun 79 persen, dari 29.542 MT menjadi 6.013 MT. “Yang jadi masalah, harga jual memang turun. Untuk pasar ekspor, harga per ton sudah turun 17,99 persen. Untuk produk domestik, terkoreksi di kisaran 2-15 persen,’’ paparnya.
Untuk mengatasi tekanan tersebut, perseroan memperluas pasar ekspor. Tahun ini, mereka berhasil menembus pasar baru di Asia. Yakni, Korea Selatan dan Filipina. Biasanya, mereka hanya menjual ke Malaysia dan Singapura. Hal tersebut membuat kontribusi ekspor mencapai 6,5 persen dari total penjualan.
Tekanan lebih berat justru dirasakan oleh produsen baja panjang alias long steel. Direktur PT Betonjaya Manunggal Tbk Andy Soesanto menjelaskan, penjualannya dalam sembilan bulan 2025 turun sebanyak 9,87 persen menjadi Rp 87,7 miliar.
Dia menyebutkan, kondisi industri saat ini sedang anjlok. Hal tersebut karena tekanan dari berbagai sudut. Misalnya, penyerapan output produk yang sempat mandek. Tak seperti steel plate yang digunakan untuk berbagai infrastruktur. Sedangkan, produk baja panjang hanya terserap untuk pondasi bangunan. “Banyak proyek pengembangan properti di awal tahun berdampak besar bagi penjualan,” tuturnya.
Baca Juga
Kemendag Dorong Reformasi Logistik
Di sisi lain, pemerintah baru saja mengumumkan moratorium impor limbah metal alias scrap metal. Hal itu buntut kasus radiasi di Cikande Oktober lalu. Padahal, sebagian besar produsen baja tulangan menggunakan bahan baku tersebut. Harga jual saat ini pun lebih rendah dari beban pokok.
(bil/dio)



