JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu kekuatan utama dalam industri keramik. RI saat ini menempati posisi lima besar produsen keramik dunia dengan kapasitas produksi mencapai 625 juta meter persegi per tahun.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Taufiek Bawazier menyampaikan, Indonesia akan mampu naik menjadi empat besar dunia dalam waktu dekat. Apalagi, pertumbuhan industri keramik terus menunjukkan tren positif. Berdasarkan data Kemenperin, pada kuartal II 2025, sektor semen, keramik, dan pengolahan bahan galian nonlogam tumbuh 10,07 persen (YoY), menjadikannya salah satu subsektor manufaktur nonmigas dengan kinerja terbaik.
Peningkatan investasi juga menjadi indikator kuat. Dalam periode 2020–2024, realisasinya mencapai Rp 20,3 triliun, dengan total nilai investasi kumulatif menyentuh Rp 224 triliun dan menyerap sekitar 40 ribu tenaga kerja di berbagai lini produksi.
Konsumsi Masih Rendah
”Prospek industri keramik nasional ke depan masih sangat menjanjikan. Peningkatan pembangunan infrastruktur, properti, dan konstruksi menjadi faktor pendorong utama. Apalagi tingkat konsumsi keramik kita masih sekitar 2,2 meter persegi per kapita, lebih rendah dari Malaysia dan Thailand. Artinya, ruang pertumbuhan pasar domestik masih sangat luas,” papar Taufiek.
Dari sisi pelaku usaha, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyoroti lonjakan impor produk keramik dari sejumlah negara sepanjang 2025. Kenaikan signifikan itu diduga kuat menjadi indikasi praktik perdagangan tidak adil (unfair trade) dan transshipment produk asal Tiongkok untuk menghindari bea masuk anti-dumping (BMAD) dan safeguard yang berlaku bagi produk Tiongkok.
Impor Melonjak
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto menjelaskan bahwa berdasarkan data terbaru, impor produk keramik dari India meningkat 120 persen, Vietnam melonjak 130 persen, Malaysia naik hingga 170 persen hanya dalam kurun Januari–Juni 2025. ”Kondisi ini menjadi indikasi awal terjadinya praktik unfair trade dan transshipment produk dari Tiongkok ,” ujar Edy.
Asaki menilai kondisi ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, terutama dalam memperkuat instrumen pengawasan impor dan memastikan aturan BMAD serta safeguard berjalan efektif. ”Ini harus menjadi pekerjaan rumah utama kita bersama, agar industri keramik nasional tidak dirugikan oleh praktik dagang curang dari luar negeri,” tambahnya. (agf/dio)



