SURABAYA - Penguatan ekonomi Pulau Jawa menjadi salah satu perhatian Bank Indonesia. Otoritas moneter tersebut menilai bahwa peran pulau tersebut harus ditekankan pada sektor manufaktur.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur Ibrahim menjelaskan, pembahasan itu muncul dalam gelaran Java Regional Economics Forum (JREF) 2025. Dalam kegiatan tersebut, pihaknya juga melakukan Rapat Koordinasi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Wilayah Jawa.’’Ini merupakan hal yang penting untuk menguatkan peran Jawa terhadap ekonomi nasional,’’ ucapnya di Surabaya Rabu (5/11).
Menurut Ibrahim, masih ada tiga isu yang menjadi tantangan besar untuk menggaet pelaku usaha manufaktur. Yakni, infrastruktur, regulasi, dan pembiayaan. Untuk bisa menanggulangi tantangan itu, pihaknya sudah menyiapkan tiga strategi kunci. Pertama, optimalisasi konektivitas serta, link and match ketenagakerjaan antara dunia kerja dan vokasi. Strategi kedua, memaksimalkan dukungan insentif khusus dan perbaikan sistem perizinan dari pemerintah. ’’Ketiga, harus ada upaya perluasan akses pembiayaan dan sinergi promosi investasi terintegrasi se-Jawa,” ucapnya.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Logam, Mesin, Alat transportasi dan Aneka, dari Kemenko Perekonomian Atong Soekirman menambahkan, pemerintah terus berupaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Hal tersebut dilakukan melalui penyederhanaan perizinan, pemberian insentif fiskal, serta penguatan peran kawasan ekonomi khusus.
Sementara itu, Direktur Perencanaan Sumber Daya Alam dan Industri Manufaktur Kementerian Investasi dan Hilirisasi Ratih Purbasari Kania menyebutkan bahwa rapor investasi Jawa sebenarnya masih bagus. Realisasi investasi di wilayah Jawa hingga kuartal III 2025 sudah mencapai Rp 692,5 triliun. Angka itu menyerap 48 persen dari total investasi nasional.
’’Ini menegaskan bahwa Jawa masih menjadi magnet utama investasi di Indonesia. Terutama pada sektor manufaktur pengolahan logam, makanan-minuman, serta kimia dasar,’’ terangnya. (bil/dio)



