BULUNYA hitam legam. Paruhnya tampak kokoh dan besar. Tubuhnya juga tegak dan ada ciri khas lain yang menarik perhatian. Pipi burung tersebut bisa berubah warna dari pucat ke merah terang. Itulah burung Kakatua Raja atau yang memiliki nama ilmiah Probosciger aterrimus. Salah satu jenis kakatua yang karismatik di dunia.
Burung endemik Indonesia, khususnya Papua, dikenal cukup temperamental. Namun, cerdas, dan ekspresif. Saat merasa nyaman, pipinya bersemu merah, tetapi bila merasa terancam warnanya berubah pucat. Sesekali, mengetuk pasir atau kayu menggunakan paruh. Itu karakteristik lain yang menarik perhatian.
Andik Lalang, pemilik sekaligus pendiri Kibar Burung Indonesia mengatakan, pihaknya memelihara tiga pasang kakatua raja legal. Namun, proses breeding tidak mudah. ’’Tingkat keberhasilan reproduksi si raja bulu hitam yang relatif rendah. Kalau jenis lainnya cukup mudah ya. Dia unik tapi susah dikembangbiakkan,’’ katanya.
Ekspresi Wajah Berubah Warna
Meski begitu, perawatannya bukan hal yang mustahil. Burung dimandikan sinar matahari tiap pagi, diberi vitamin, dan kotorannya tidak terlalu berbau. Burung ini memiliki ekspresi wajah yang bisa berubah warna, serta suara khas ketukan paruhnya. ’’Makanya banyak penghobi yang tertarik. Sebab, kakatua raja menjadi simbol yang prestise,’’ lanjutnya. ’’Namun, harus diingat bahwa harus dimiliki secara legal,’’ tegasnya.
Harus izin BKSDA
Andik menjelaskan, untuk bisa mengembangbiakkan satwa ini dibutuhkan izin resmi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), pengecekan berkala kondisi kandang, hingga kelengkapan sertifikat satwa. Setiap burung dilengkapi akta lahir atau sertifikat penangkaran dan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri (SATS-DN). ’’Sewaktu-waktu kami bisa diperiksa. Makanya semua dokumen harus lengkap, mulai dari asal penangkaran sampai surat jalan,’’ ujarnya.
Menurut Andik, hanya penangkaran berizin resmi yang boleh melakukan distribusi atau adopsi satwa. Dalam sertifikat itu juga terdapat silsilah penangkaran, lengkap dengan nama penangkar dan silsilah jual beli. ’’Jadi semua jelas dan dapat dipertanggungjawabkan,’’ jelasnya.
’’Penangkaran ini membantu pelestarian lingkungan. Kalau tidak ada yang melestarikan, bisa hilang seperti kasus jalak Bali dulu,’’ ucapnya. Andik berharap semakin banyak anak muda tertarik pada konservasi satwa secara bertanggung jawab. Kakatua raja bukan hanya satwa eksotis, tetapi juga simbol bahwa pelestarian satwa bisa berjalan seiring dengan pemberdayaan ekonomi. (zam/ai)
Bikin Penangkaran setelah Bertandang ke Thailand
Membangun penangkaran dimulai pada 2016. Saat itu, Andik kaget ternyata Kakatua Raja bisa dikembangbiakkan di Thailand dan beberapa negara di Asia dan Eropa. ’’Ini kan endemik Indonesia, tapi malah populer di luar negeri. Saya mikir, kok bisa burung kita jadi dollar di sana?” katanya. Dari situlah dia mulai mempelajari cara penangkaran dan berkonsultasi aktif dengan BKSDA. Perizinan pun berlapis dan membutuhkan waktu. Meski begitu, dia menilai konteks birokrasi itu juga bisa menjadi barrier untuk menyaring keseriusan dalam melakukan upaya penangkaran.
Andik juga kagum melihat Thailand dan Eropa serius mengembangkan penangkaran satwa langka. Dia mencontohkan beberapa negara di Eropa dan Australia dengan harga kakatua bisa tiga kali lipat dari sini. ’’Tapi mereka tertib izin dan dukungan pemerintah kuat,’’ tuturnya.
Dia juga menyinggung keberhasilan konservasi dan penangkaran Jalak Bali yang dulu sempat punah namun berhasil dilepasliarkan kembali. Meski fokus pada Kakatua raja, Kibar Burung Indonesia juga merawat beberapa jenis kakak tua lainnya. Jenis yang paling diminati untuk adopsi justru Kakatua jambul kuning, karena bisa menirukan suara manusia dan bernyanyi. (zam/ai)

