JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) bersama Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) menggelar Kongres Indonesianis Sedunia (KIS) ke-7 di Depok (12-13/11). Kongres tersebut dibuka langsung Wamenlu Arrmanatha C. Nasir. Dalam pertemuan akbar itu, Arrmanatha menyoroti kondisi dunia yang semakin morat marit.
Mantan juru bicara Kemenlu itu menyampaikan, kondisi dunia saat ini berujung pada ketidakpastian lanskap global. Untuk mengatasinya, dia mengajak para Indonesianis kembali menggelorakan Semangat Bandung. Seperti diketahui Semangat Bandung merupakan salah satu hasil dari Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955 silam.
Arrmanatha menjelaskan beragam indikator ketidakpastian lanskap global. Salah satunya adalah perang yang tidak berujung di sejumlah negara. Kemudian, ketimpangan yang kian melebar hingga menurunnya kepercayaan antarbangsa. “Sahabat-sahabat Indonesia, di mana pun Anda berada di dunia saat ini, layar kita dipenuhi oleh gambaran konflik, persaingan, dan ketidakpastian," jelasnya.
Menurut dia, kondisi multilateralisme sedang mengalami kemunduran. Di sisi lain, proteksionisme sering kali digantikan oleh kepentingan diri sendiri. Ujungnya hanya negara-negara yang kuat dan bersatu, serta kerja sama internasional yang tulus, yang dapat terus menegakkan keadilan dan perdamaian.
"Adalah tanggung jawab kita bersama untuk menghidupkan kembali semangat solidaritas dan tanggung jawab bersama dalam mewujudkan perdamaian dan pembangunan," tuturnya.
Arrmanatha mengatakan, Semangat Bandung yang lahir dari Konferensi Asia-Afrika tahun 1955, terus menginspirasi negara-negara Global South. Semangat Bandung berhasil mewakili suara mereka yang terpinggirkan. Dia menegaskan, dipandu oleh Semangat Bandung, bangsa Indonesia dapat membangun tatanan dunia yang lebih adil dan inklusif.
Sementara itu, Rektor UIII Prof Jamhari Makruf menambahkan bahwa kongres tersebut mencerminkan mandat intelektual dan diplomatik universitas. Menurutnya, UIII didirikan dengan sebuah visi besar. Yaitu menjadi ruang dialog global yang menghubungkan Indonesia dengan dunia melalui pengetahuan.
“Semangat Bandung mengajarkan kita bahwa solidaritas dan keberanian berpikir adalah fondasi masa depan Global South," katanya. Melalui ajang KIS itu, UIII ingin memastikan bahwa Indonesia bukan hanya menjadi objek kajian. Tetapi juga menjadi subjek yang aktif membentuk percakapan global.
Untuk diketahui, sejak kali pertama diselenggarakan pada 2018, KIS terus menjadi magnet bagi para akademisi, jurnalis, pendidik, hingga pelaku industri kreatif dari seluruh dunia. Selain memperluas wawasan mengenai Indonesia, forum ini juga menghasilkan beragam gagasan strategis untuk pembangunan nasional.
Salah satu capaian penting dari inisiatif ini adalah lahirnya Global Indonesianist Network (GIN). Sebuah platform digital yang diluncurkan pada 2024. Dalam perkembangannya, GIN telah memetakan hampir 500 Indonesianis di seluruh dunia. Serta membentuk ekosistem kolaboratif antara akademisi, peneliti, dan pembuat kebijakan dari dalam maupun luar negeri. (wan/oni)




