GAYA komunikasi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terasa seperti embusan angin segar di tengah suasana pemerintahan yang semakin kaku dan jarang terbuka terhadap kritik. Sudah lama publik merindukan pejabat yang berbicara dengan jernih, lugas, dan tulus. Bukan sekadar menyusun kalimat yang aman secara politik, tapi benar-benar berupaya menjelaskan kebijakan negara secara terang benderang kepada rakyat.
Selama kurang lebih satu dekade terakhir, ruang komunikasi publik diisi oleh pejabat yang cenderung defensif dan elitis. Banyak dari mereka berbicara bukan untuk menjelaskan, melainkan untuk menegaskan kekuasaan. Ketika wartawan bertanya, jawaban yang keluar sering kali bernada menggurui, bahkan meremehkan kecerdasan masyarakat. Gaya komunikasi semacam itu menimbulkan jarak antara pemerintah dan rakyat, seolah-olah publik hanyalah penonton pasif yang wajib menerima apa pun keputusan pemerintah tanpa perlu tahu alasannya.
Lebih memprihatinkan lagi, kebiasaan buruk itu tidak hanya terjadi di tingkat pusat. Banyak pejabat daerah meniru gaya yang sama. Mereka menjawab pertanyaan media dengan nada tinggi, menghindar dari tanggung jawab, atau bahkan memutarbalikkan fakta. Padahal, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan jelas menyebutkan bahwa setiap pejabat publik wajib menyampaikan informasi mengenai kebijakan yang berdampak bagi masyarakat secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam konteks itulah gaya komunikasi Menteri Purbaya menjadi pengecualian yang menonjol. Dia menjelaskan kebijakan fiskal dengan bahasa yang bisa dipahami khalayak luas, tanpa jargon berbelit. Ketika menjawab kritik, dia tidak reaktif atau sinis, melainkan mengedepankan data dan argumen. Lebih dari itu, dia menunjukkan empati bahwa di balik setiap angka dan kebijakan ekonomi, ada kehidupan masyarakat yang terdampak.
Terlepas dari kepentingan politik apapun terkait munculnya Purbaya, gaya komunikasi semacam itu semestinya menjadi contoh bagi pejabat lain. Komunikasi publik bukan sekadar keterampilan berbicara, melainkan bentuk tanggung jawab moral. Pejabat yang tidak mampu menjelaskan kebijakan dengan jujur dan terbuka sejatinya sedang gagal menjalankan salah satu fungsi utama jabatannya. Yakni, melayani rakyat dengan transparansi.
Pemerintahan yang baik dimulai dari komunikasi yang sehat. Jika para pejabat bersedia menjelaskan dengan jelas, menanggapi dengan hormat, dan berbicara dengan hati, maka jarak antara pemerintah dan rakyat perlahan bisa terjembatani. Dalam situasi bangsa yang penuh tantangan, gaya komunikasi yang jujur dan mengerti akan kepentingan rakyat bukan hanya penting, tetapi mutlak diperlukan. (*)



