JAKARTA - Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) menyampaikan pandangan resmi terkait dampak tarif pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap konsumsi masyarakat dan pertumbuhan industri nasional. HKI menilai penyesuaian tarif PPN sangat diperlukan untuk mendukung pemulihan ekonomi, terutama sektor industri yang banyak beroperasi di kawasan industri.
HKI mengusulkan penurunan tarif PPN secara bertahap mulai tahun 2026 hingga 2028, yaitu 10 persen pada 2026, 9 persen pada 2027, dan 8 persen di 2028. Skema bertahap ini dinilai lebih realistis bagi pemerintah, sekaligus memberikan ruang lebih besar bagi pertumbuhan konsumsi dan ekspansi kawasan industri.
Ketua Umum HKI Akhmad Ma’ruf Maulana mengakui bahwa kenaikan PPN menjadi 11 persen bukan satu-satunya penyebab pelemahan ekonomi belakangan ini, namun tekanan konsumsi dan perlambatan permintaan cukup terasa di sektor industri.
”Kami melihat penjualan turun dan ekspansi tertunda di banyak sektor. Bukan karena satu faktor saja, tetapi PPN yang tinggi ikut memberi tekanan pada pasar. Penurunan tarif secara bertahap akan membantu memulihkan keyakinan konsumen dan menggerakkan kembali produksi,” ucap Ma’ruf.
Basis Pajak Lebih Besar
Menurut HKI, dampak penurunan PPN tidak dapat dihitung secara statis hanya dari sisi penerimaan negara. Setiap penurunan 1 persen tarif PPN memang diproyeksikan mengurangi pendapatan sekitar Rp 70 triliun, namun perhitungan tersebut tidak memasukkan efek peningkatan transaksi. “Ketika tarif turun, konsumsi naik, dan volume transaksi meningkat. Dalam banyak skenario, total penerimaan PPN justru bisa membaik karena basis pajaknya menjadi lebih besar,” urainya.
Lebih lanjut, HKI menilai bahwa penurunan PPN tidak hanya mendorong konsumsi, tetapi juga meningkatkan aktivitas industri. Saat permintaan kembali membaik, pabrik akan meningkatkan kapasitas produksi, membuka shift tambahan, melakukan ekspansi fasilitas, hingga mencari lahan industri baru. Siklus inilah yang kemudian menggerakkan pertumbuhan kawasan industri.
Dilakukan Bertahap
Di sisi lain, ekonom menilai langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) layak dipertimbangkan untuk memperkuat konsumsi masyarakat dan mempercepat pemulihan ekonomi. Namun, kebijakan ini perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menggerus penerimaan negara.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian mendukung rencana pemerintah mengkaji penurunan tarif PPN. Tapi, dia menyarankan kebijakan itu dilakukan bertahap. (agf/dio)



