JOHANNESBURG – Pemerintah Afrika Selatan (Afsel) menyelidiki kedatangan mendadak 153 warga Palestina yang mendarat di Bandara Internasional OR Tambo, Johannesburg, menggunakan pesawat carteran dari Kenya pada Kamis (13/11). Kelompok ini tiba tanpa stempel keberangkatan, tiket pulang, maupun rincian akomodasi. Sebagian dari mereka diketahui memiliki visa Australia, Malaysia, dan Kanada.
Menurut otoritas perbatasan, para penumpang ditahan di dalam pesawat selama sekitar 12 jam karena tidak memiliki dokumen perjalanan yang lengkap. Tidak satu pun dari mereka mengajukan permohonan suaka. Seorang pendeta yang sempat masuk ke pesawat menggambarkan kondisi yang panas dan penuh sesak, dengan anak-anak menangis dan menjerit.
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyebut kedatangan ini sebagai peristiwa misterius, mengingat warga Palestina di Gaza maupun Tepi Barat umumnya sulit bepergian ke luar negeri. “Mereka adalah orang-orang dari Gaza yang entah bagaimana bisa menaiki pesawat yang melewati Nairobi dan tiba di sini,” ujarnya. Pemerintah, kata Ramaphosa, menerima mereka atas dasar belas kasihan sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut mengenai asal perjalanan mereka.
Gift of the Givers Foundation, organisasi kemanusiaan lokal yang memberi bantuan akomodasi, menyatakan bahwa ini adalah kedatangan kedua warga Palestina dalam dua pekan terakhir. Ketua organisasi, Imtiaz Sooliman, mengatakan banyak dari mereka tidak mengetahui tujuan perjalanan hingga tiba di Kenya. “Beberapa memiliki visa Kanada, Australia, dan Malaysia, dan akhirnya diizinkan melanjutkan perjalanan ke negara-negara tersebut,” ujarnya.
Korban Penipuan Organisasi Ilegal
Kedutaan Besar Palestina di Afrika Selatan menuduh adanya organisasi ilegal yang mengeksploitasi kondisi kemanusiaan warga Gaza dengan menipu keluarga dan mengumpulkan uang untuk perjalanan tidak teratur tersebut.
Setelah proses pemeriksaan, otoritas Afrika Selatan mengizinkan 130 orang masuk dengan pembebasan visa standar 90 hari, sementara 23 lainnya melanjutkan perjalanan ke negara tujuan lain. Menteri Dalam Negeri Leon Schreiber menyatakan keputusan tersebut diambil setelah pemerintah memastikan mereka tidak akan terlantar di Afrika Selatan.
Insiden ini kembali memicu perdebatan domestik mengenai kebijakan Afrika Selatan terkait konflik Gaza. Sebagian warga menilai pemerintah lamban bertindak, sementara lainnya mengkhawatirkan implikasi keamanan dari penerbangan yang tidak memiliki kejelasan asal-usul tersebut. (gas)



