Keterbatasan ruang menjadi kesan pertama yang menggugah dari venue pameranMain Bentuk, Main Warna, Medium Sama. Pengunjung seperti dipermudah untuk fokus terhadap karya-karya di dalamnya. Koleksi keramik dan patung pun tertata rapi. Sebagian karya terlihat cukup mencolok baik warna maupun bentuknya.
Seperti karya patung campuran beberapa bahan bernama Splash of Life #1. Wujudnya ikan koi. Polesan warna yang digunakan terlihat meriah. Karya seni buatan Henry ”Koi” Kresna itu merupakan salah satu dari 30 karya yang dipamerkan. Selain itu, ada seri patung kue buatan seniman Tasya & Bhatari Hana Amadea. Patung-patung itu dibuat dengan sangat halus. Menyerupai kue sesungguhnya. Tapi, jangan coba-coba dicicipi.
Pameran Main Bentuk, Main Warna, Medium Sama dihelat PT Cinta Senyum Indonesia (CIS). CEO PT CIS Wilbert J. Deil mengatakan, pamerannya menggandeng 12 seniman. Di antaranya Abima Narasatriangga, Bagus A. Nugroho, dan Elma Lucyana.
Wilbert mengatakan, mereka secara khusus menggelar pameran keramik dan patung dalam satu event. Tujuannya untuk mengkampanyekan ke pecinta seni bahwa karya keramik dan patung sejatinya sama. ”Tetapi di masyarakat masih sering dikotak-kotakkan,” katanya. Akibatnya, persepsi masyarakat terhadap karya seni keramik dan patung adalah dua hal berbeda.
Penyatuan Dua Karakter
Wilbert yang di pameran tersebut berperan sebagai Creative Director menjelaskan, banyak persamaan antara seni keramik dan patung. Salah satunya, patung dan keramik adalah karya seni yang didasari struktur. ”Kalau patung kan pasti ada strukturnya. Begitupun dengan seni keramik,” jelasnya.
Bagi Wilbert yang membedakan antara seni patung dan keramik adalah finishing atau sentuhan akhir. Menurutnya, karya seni patung lebih eksploratif. Sedangkan seni keramik lebih terbatas. ”Lewat pameran ini, kami benar-benar menunjukkan bahwa keramik sama patung itu bisa disatukan ke dalam satu wadah yang sama,” ungkapnya.
Semangat itulah yang ingin diwujudkan lewat judul pameran Main Bentuk, Main Warna, Medium Sama. Pesannya adalah medium dari seni keramik dan patung sejatinya sama. Wilbert juga menjelaskan bahwa karya keramik yang dipajang tidak hanya dibuat dengan teknik putar. Tetapi juga teknik lain, termasuk pahat. Sementara untuk patung, beberapa diantaranya terbuat dari perunggu.
Populerkan ke Kolektor Muda
Wilbert mengakui karya seni keramik dan patung dari sisi peminatan kurang populer. Terutama jika dibanding lukisan. Dari pengamatannya, kolektor-kolektor karya seni pemula umumnya mengumpulkan karya seni visual. Baik lukisan maupun seni visual digital. Sedangkan seni patung dan keramik biasanya dikoleksi kolektor senior.
Mewakili generasi muda, Gilbert mengatakan banyak pertimbangan untuk memilih koleksi patung atau keramik. Tidak semata-mata soal harga. Tetapi pertimbangan memajangnya. Untuk lukisan tinggal dipajang di dinding. Sedangkan memajang karya seni patung atau keramik butuh banyak pertimbangan. ”Misalnya saya di rumah punya dua kucing. Tentu harus hati-hati memajang karya seni patung atau keramik,” katanya.
Selain itu, Gilbert mengatakan bahwa regenerasi seniman keramik dan patung juga tidak seperti di seni lukis. Begitupun seni keramik. Butuh biaya tidak sedikit untuk menekuninya. Bahan dan prosesnya tidak sederhana. Berbeda dengan karya seni visual yang relatif tidak semahal seni patung dan keramik. Sehingga regenerasi seniman visual seperti lukisan lebih banyak.
Meskipun begitu Gilbert tidak patah arang. Dia akan terus mengkampanyekan eksistensi seni patung dan keramik kepada masyarakat. Supaya masyarakat semakin memiliki variasi karya seni untuk dinikmati. (wan/kkn)




