Piston pecah
dan kau
harus menggantinya
dengan biaya yang tak murah
entah sudah berapa kali
turun mesin.
angka spedomu
mungkin lelah
mencatat
jarak alamat
sudah berkilo kilo
lihatlah ia tampak sekarat
tampaknya hari ini
target setoran
tak tercapai lagi;
bini marah
anak menangisi
botol susu tanpa isi
apabila hidup bersuara
tentu tak lebih merdu
dari knalpot bobok
dalam diam yang batu
kau bergumam,
“oh…Tuhan
mengapa hidup membentang
sesak jalan berlubang?”
Lampung, 2025
Perang
Tuhan menjatuhkan
sejengkal surganya ke buana,
sedang kita gemar
ciptakan ketakutan
dari biji-biji besi;
menempa kilau mata pedang,
memoles panas laras senapan—
meramu duka dari berton-ton mesiu.
coba dengarlah
jerit reruntuhan kota itu;
seorang anak merintih kesakitan
seorang ibu tersedak nyeri
seorang bapak pontang-panting
mencari potongan orang tersayang
terjepit puing-puing
stasiun
pertokoan
rumah-rumah
tempat ibadah,
namun kita masih saja
menumpahkan darah
di surga yang sejengkal ini
sungai-sungai mengekalkan merahnya,
mungkin kelak tak ada lagi
tanah yang semula mewarisi
semerbak wangi kasturi
Lampung, 2025
Sifat Maut
tau kah kau sifat maut? sering tiba tiba serupa kematian Alyona
tertancap kapak Raskolnikov di malam gulita tatkala angin berhembus
murung dan petir menyambar canggung.
tau kah kau sifat maut? seolah tak terencana senyap tebasa kedua
ke arah tengkuk Lizavetha yang lugu tatkala ia terperanjat
menyaksikan darah saudaranya menggenangi lantai menciprati dinding.
tau kah kau sifat maut? bodoh sedikit romantis, Romeo yang ceroboh
menenggak sebotol racun, sedang dalam keadaan linglung
Juliet menancapkan belati ke arah jantung.
namun maut terkadang meminjam wajah badut, menjemput selepas kita
selesaikan urusan remeh temeh—membeli sebungkus rokok di seberang jalan
lalu tertabrak kopaja ketika hendak menyebrang.
Lampung, 2025
Bima Yuswa, Penyair tinggal di Lampung

