SELEKSI masuk perguruan tinggi negeri (PTN) memang masih beberapa bulan ke depan. Namun, perencanaan mengenai jurusan yang dipilih sebaiknya dilakukan mulai sekarang. Menurut Maulidah Muflichah MPsi Psikolog Cht, ada beberapa asesmen yang bisa digunakan. Seperti tes bakat minat atau psikotest.
’’Tes itu memang bukan penentu, tapi bisa menjadi pertimbangan objektif. Dari hasil tersebut, kita bisa tahu kecenderungan kemampuan dan minat anak, lalu cocokkan dengan jurusan yang relevan,’’ terang Bunda Lia, sapaan akrabnya.
Selain psikotest, hasil akademik juga bisa menjadi petunjuk penting. ’’Lihat nilai-nilai pelajaran yang dia kerjakan dengan sukacita, tanpa paksaan. Biasanya di situ letak minatnya. Tapi tetap perlu observasi langsung, apakah benar dia menyukai bidang itu,’’ katanya.
Gali Mapel yang Disuka
Orang tua juga bisa mengajak anak berdiskusi dari hasil pengamatan dan penilaian tersebut. ’’Tanya anak pelajaran mana yang paling disuka, yang membuat dia betah berlama-lama mengerjakannya. Dari situ kita bisa tahu kecocokannya,’’ ujarnya.
Kemampuan berpikir juga bisa diukur lewat tes IQ. ’’Tes IQ bisa jadi acuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan berpikir anak. Dengan begitu, kita tahu tantangan dan tugas yang bisa diberikan agar dia berkembang optimal,’’ tuturnya.
Dalam konteks usia, penentuan minat dan bakat sebaiknya dilakukan saat anak menginjak SMP akhir atau SMA awal. ’’Usia TK dan SD masih masa eksplorasi. Bakat-minat belum terlihat stabil karena kemampuan dasar masih berkembang. Jadi tes paling akurat biasanya dilakukan di usia akhir SMP atau awal SMA,’’ ungkapnya.
Komunikasi Dua Arah
Lia mengatakan orang tua perlu observasi, mendengarkan lebih banyak, dan membangun komunikasi dua arah. ’’Saya berharap orang tua sekarang menjadi coach, menjadi teman diskusi, bukan penentu,’’ kata psikolog pendidikan dan keluarga itu. Sebab, banyak remaja yang memilih jurusan hanya karena ikut tren atau mengikuti teman.
’’Banyak anak takut salah pilih. Mereka lebih memilih ikut keputusan orang tua agar aman. Tapi kalau tidak dilatih mengambil keputusan sendiri sejak dini, mereka akan terus bergantung pada orang tua bahkan sampai dewasa,’’ ujarnya.
Ortu Jadi Pembimbing Bijak, Jangan Putuskan Sepihak
Lia menegaskan agar orang tua tidak memutuskan sepihak. Apalagi memaksa anak mengikuti pilihan mereka. Sebab, anak bisa berisiko mengalami burnout dan kehilangan jati diri. ’’Mereka kuliah tanpa energi. Ngerjain tugasnya ogah-ogahan karena merasa itu bukan dunia mereka. Tidak ada motivasi buat belajar. Dalam jangka panjang, bisa muncul tekanan batin, depresi sampai menyakiti diri bahkan menghilangkan nyawanya,’’ bebernya.
Untuk menghindari hal itu, orang tua perlu membuka ruang dialog yang sehat. Jika anak memilih jurusan yang tidak disetujui, cari tahu dulu alasannya. Dalam diskusi, orang tua bisa membantu anak melihat risiko dan peluang dari pilihannya. ’’Tanyakan, kalau kamu ambil jurusan itu, prospek kerjanya bagaimana? Pendapatannya nanti dari mana? Dengan begitu anak belajar berpikir realistis,’’ katanya.
Dengan menjadi pembimbing yang bijak, orang tua tak hanya membantu anak menentukan jurusan kuliah, tetapi juga menumbuhkan kemandirian dan kepercayaan diri untuk menapaki masa depan. (lai/ai)
