BEIJING– Tiongkok kembali memainkan kartu strategis di panggung maritim global. Mereka memperkenalkan konsep kapal kargo nuklir berbahan bakar torium. Tiongkok mengklaim kapal tersebut mampu beroperasi hingga 10 tahun tanpa perlu mengisi ulang bahan bakar.
South China Morning Post kemarin (18/11) melaporkan, kapal berkapasitas hingga 14 ribu kontainer standar itu ditenagai reaktor thorium molten salt (TMSR) dengan daya termal 200 megawatt. Daya itu setara dengan reaktor kapal selam kelas Seawolf milik Angkatan Laut AS.
Hu Keyi, insinyur senior dari Jiangnan Shipbuilding Group, menjelaskan, panas dari reaktor tidak digunakan langsung untuk propulsi, tetapi diubah menjadi listrik melalui generator karbon dioksida superkritis (sCO2) berbasis siklus Brayton. Menurut dia, sistem itu mencapai efisiensi konversi panas-ke-listrik hingga 45–50 persen, jauh melebihi sistem nuklir konvensional berbasis uap sekitar 33 persen.
Dari sisi keselamatan, desain reaktor dibuat setenang mungkin. Karena beroperasi pada tekanan atmosfer dan tidak memerlukan air untuk pendinginan, sistem itu lebih ringkas. Terdapat pula fitur keselamatan pasif. ’’Apabila suhu naik di luar batas, bahan bakar garam cair akan mengalir ke ruang khusus dan mengeras dan mengunci massa radioaktif tanpa intervensi manusia,’’ jelasnya.
Modul reaktor itu diprediksi memiliki masa pakai hingga 10 tahun sebelum diganti secara menyeluruh. Pendekatan tersebut dinilai lebih aman karena menghindari pengisian ulang bahan bakar di tengah laut yang sangat berisiko bagi kru kapal.
Reaktor itu memanfaatkan torium yang melimpah di Tiongkok dan terintegrasi dengan kemajuan TMSR eksperimental di Gurun Gobi yang telah beroperasi stabil.
Penghambat
Meski demikian, realisasi konsep itu menghadapi tantangan besar. Kapal itu masih berupa desain awal. Belum ada jadwal pasti mengenai waktu konstruksi. Persetujuan regulasi dari pelabuhan sipil dan jalur pelayaran internasional akan menjadi ujian penting.
Biaya pembangunan, ketidakpastian skema asuransi global untuk kapal nuklir komersial, kebutuhan pelatihan awak yang kompeten, serta aturan internasional terkait limbah radioaktif juga menjadi faktor penghambat.
Hingga kini, Organisasi Maritim Internasional (IMO) belum memiliki kerangka regulasi baku untuk kapal komersial bertenaga nuklir. Standar internasional untuk modul reaktor torium pun belum disepakati. (din/dri)


