JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih ada delapan penyelenggarafintech lending atau pinjaman daring (pindar)yang belum memenuhi ketentuan modal minimum Rp 12,5 miliar. Kondisi itu menjadi perhatian serius regulator di tengah pesatnya pertumbuhan industri pembiayaan digital.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya OJK Agusman menyebutkah, pihaknya terus melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap delapan penyelenggara tersebut.
“Kami terus melakukan langkah pembinaan dan monitoring secara ketat terhadap action plan pemenuhan kewajiban ekuitas minimum, berupa injeksi modal dari pemegang saham maupun investor yang kredibel,” ujarnya di Jakarta Selasa (11/11).
22 Pindar TWP90 Diatas 5 Persen
Selain persoalan modal, OJK juga menyoroti peningkatan jumlah pindar dengan tingkat wanprestasi (TWP90) di atas ambang batas lima persen. Hingga September 2025, terdapat 22 penyelenggara yang masuk kategori tersebut. “Terhadap mereka, OJK melakukan pemantauan secara ketat terhadap action plan penyelenggara dalam memperbaiki TWP90 tersebut,” tambahnya.
Sektor Produktif
Dari sisi penyaluran, outstanding pembiayaan fintech lending ke sektor produktif mencapai Rp 31,37 triliun per September 2025, atau sekitar 34,48 persen dari total kredit industri. Agusman mengakui, tantangan terbesar masih terkait keterbatasan data kelayakan usaha dan infrastruktur pendukung. “Karena itu, OJK mendorong pelaku industri untuk memperkuat kemitraan lintas sektor serta memanfaatkan data alternatif agar pembiayaan lebih berkualitas dan tepat sasaran,” ucapnya.
Dari sisi pendanaan, partisipasi lender individu masih relatif stabil. Hingga September 2025, outstanding pendanaan dari lender individu sebesar Rp5,96 triliun atau 6,5 persen dari total pendanaan industri.
Sementara itu, Ekonom Indef Nailul Huda menilai tantangan pembiayaan produktif di fintech lending masih besar karena literasi keuangan digital di sektor UMKM belum merata. “Masih banyak pelaku usaha mikro yang belum tercatat atau tidak punya data keuangan yang memadai. Fintech butuh pendekatan berbasis data alternatif agar pembiayaan produktif bisa meningkat tanpa mengorbankan kualitas,” paparnya. (mim/dio)



