SAAT tinggal di Depok, Suharno melihat batik printing mendominasi pasar. Dia melihat peluang akan batik autentik. Hal itulah yang mendasari lahirnya Batik Tradjumas, yang kini menjadi salah satu produk UMKM batik paling sukses di Depok, Jawa Barat.
’’Sebelum pandemi Covid-19, kami bisa memproduksi hingga 600 lembar per bulan. Bahkan mencapai seribu lembar pada musim tertentu seperti Hari Jadi Kota Depok, Idul Fitri, dan Hari Batik Nasional,’’ jelas Suharno.
Dan, produk batik ini tak hanya dikenal di Depok. Pesanan datang dari berbagai daerah, bahkan luar negeri. ’’Kami pernah menerima pesanan dari Sumatera Utara, Surabaya, hingga Malaysia dan Jepang. Banyak juga yang datang untuk pelatihan membatik di sini. Dari siswa TK hingga mahasiswa,’’ ujarnya.
Garansi Bagian dari Branding
Harga batik di galeri Tradjumas bervariasi. Mulai Rp 175 ribu hingga Rp 350 ribu untuk batik cap. Dan harga Rp 800 ribu–Rp 2 juta untuk batik tulis, tergantung tingkat kerumitannya. Semua kain dijamin kualitasnya. ’’Kami berikan garansi satu tahun. Kalau luntur, sobek, atau rusak, kami ganti tanpa tanya alasan. Itu bagian dari branding kami,’’ ungkap Suharno.
Perkembangan batik Tradjumas ini salah satunya dukungan datang dari Pemkot Depok. Instansi tersebut mengapresiasi Batik Tradjumas sebagai produsen batik asli pertama dari kota tersebut. Hal tersebut dikarenakan produk batik ini menggunakan motif khas Depok.
Gong si Bolong Jadi Unique Selling
Dari 36 motif batik khas Depok yang telah dipatenkan Pemkot, sebanyak 13 di antaranya diproduksi oleh Tradjumas. ’’Salah satu yang paling dikenal adalah motif Gong si Bolong, simbol kearifan lokal Kecamatan Beji yang berakar dari sejarah abad ke-16. Warisan lokal itulah yang menjadi unique selling point Batik Tradjumas,’’ paparnya.
Menurut Suharno, batik sejati harus memenuhi empat unsur: menggunakan kain katun atau sutra, memakai malam panas, dibuat dengan canting tulis atau cap, serta melalui proses pewarnaan dan perebusan untuk melorot malam. ’’Kalau salah satu tidak terpenuhi, itu bukan batik asli, hanya kain bermotif batik,’’ tegasnya.
Selain teknik, filosofi juga menjadi bagian penting dari setiap goresan. ’’Batik adalah gambaran hidup manusia, dari lahir sampai meninggal. Setiap motif menyimpan cerita dan nilai kehidupan,’’ urainya.
Setiap Lembar Kain Punya Filosofi
Suharno tak asing dengan dunia batik. Menghabiskan masa kecil di Jogjakarta, dia kerap ikut pelatihan membatik sejak duduk di bangku sekolah. Baru pada 2015, dia membangun brand Batik Tradjumas dengan fokus menghadirkan batik khas Depok. Tak sekadar motif, dia ingin setiap kain memiliki filosofi dan memuat sejarah lokal.
’’Kami memulai dari survei sederhana pada 2014 tentang potensi batik Depok. Hasilnya, belum ada batik asli yang benar-benar diproduksi di sini. Semuanya masih printing. Dari situ saya yakin, waktunya menghadirkan batik yang sesungguhnya,’’ ujarnya.
Awal perjuangannya tidak mudah. Enam bulan pertama, belum ada satu pun pembeli. ’’Harga batik asli memang lebih mahal, sedangkan masyarakat sudah terbiasa dengan batik printing yang harganya jauh lebih murah,’’ katanya.
Namun Suharno tak menyerah. Dia terus produksi hingga akhirnya peluang datang dari Dewan Koperasi Indonesia (Dekopinda) Kota Depok yang memesan seragam batik untuk 60 orang. ’’Itulah pembeli pertama kami. Dari situ semangat kami tumbuh lagi,’’ tuturnya. Setelah itu, dukungan datang dari Pemkot Depok yang mengapresiasi Batik Tradjumas sebagai produsen batik asli pertama di kota itu. (agf/ai)


