Oleh: I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya
Asesor Kompetensi Hipnoterapi BNSP RI; Pemerhati Pendidikan dan Isu Kesehatan Mental di Sekolah
Pada waktu yang tepat, di tengah maraknya kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG), Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menetapkan Permenkes Nomor 11 Tahun 2025. Beberapa pekan lalu, Menkes secara resmi menetapkan layanan kesehatan hipnoterapi sebagai metode teknik olah pikir untuk memperbaiki fungsi tubuh. Ini menjadi kabar baik bagi jutaan anak di Indonesia.
Kita ketahui bersama, kasus keracunan MBG yang marak menimpa anak-anak (siswa) Indonesia kini menjadi keprihatinan publik. Setiap insiden, termasuk keracunan MBG, selalu disusul penyelidikan keamanan pangan, langkah hukum, serta perawatan medis. Namun, ada satu dampak penting yang hampir selalu terabaikan, yaitu trauma mental anak.
Keracunan MBG tidak hanya melukai tubuh. Bagi anak, pengalaman itu mengguncang rasa aman yang menjadi fondasi utama perkembangan psikologis. Tubuh mereka mungkin pulih dalam beberapa hari. Namun, ketakutan, kecemasan, serta memori menegangkan dapat menetap jauh lebih lama. Ironisnya, penderitaan batin itu berjalan dalam diam, tidak diperiksa, tidak dirawat, dan sering kali tidak dipahami.
Dalam konteks perlindungan anak, kita harus berani memperluas perspektif: kesehatan mental adalah bagian dari keselamatan anak. Memulihkan luka psikologis anak korban keracunan MBG sama pentingnya dengan mengobati luka fisik mereka.
Tak Tampak
Dalam psikologi klinis, pengalaman keracunan tergolong pemantik trauma (traumatic stressor). Tidak sedikit anak yang mengalami reaksi stres akut (acute stress reaction), yaitu kondisi sulit tidur, mimpi buruk, menangis tanpa sebab, atau ketakutan kembali makan makanan tertentu. Namun, karena anak tidak memiliki kemampuan verbal emosional yang matang, mereka jarang bisa menjelaskan perasaan takut itu dengan jelas. Mereka hanya merasa tidak aman.
Dari sudut psikologi perkembangan, peristiwa keracunan dapat mengganggu rasa percaya dasar (basic sense of trust) pada anak. Mereka menjadi waspada berlebihan terhadap makanan, takut makan di luar rumah, atau mencurigai semua minuman sebagai potensi racun. Bila dibiarkan, kecemasan itu dapat berkembang menjadi kecemasan terkait dengan makanan (food-related anxiety) yang menghambat tumbuh kembang.
Baca Juga
Benteng Retak Keamanan Hakim
Di tingkat kognitif, pengalaman itu dapat membentuk pola keyakinan yang merugikan (maladaptive schema) seperti ’’makan itu berbahaya’’ atau ’’aku bisa mati kalau salah makan’’.
Semua itu menunjukkan bahwa memulihkan trauma mental bukan pekerjaan spontan. Ia membutuhkan pendekatan ilmiah dan dukungan sistemik.
Peran Orang Tua
Pemulihan dimulai dari rumah. Anak membutuhkan validasi emosional berupa pengakuan bahwa ketakutannya masuk akal dan dapat dibicarakan. Kalimat sederhana seperti, ’’Kamu boleh takut. Ibu di sini menemani,’’ dapat menurunkan intensitas kecemasan.
Pendekatan menghadapi ketakutan secara bertahap (gradual exposure) juga penting. Anak diperkenalkan kembali pada makanan dalam suasana aman dan ceria, bukan penuh tekanan. Pengalaman positif berulang membangun kembali rasa percaya diri mereka untuk makan.
Selain itu, terapi naratif berbasis cerita (storytelling therapy), yakni membiarkan anak menceritakan ulang kejadian sesuai versi mereka, membantu menata kembali memori traumatis. Dengan bimbingan orang tua atau guru, anak belajar memahami bahwa peristiwa itu telah berlalu.
Namun, dalam beberapa kasus, trauma telanjur melekat kuat. Pada tahap inilah intervensi profesional dibutuhkan.
Hipnoterapi
Dalam dekade terakhir, hipnoterapi klinis makin banyak digunakan untuk penanganan trauma pada anak, termasuk trauma medis. Pendekatan ini bukan praktik mistis sebagaimana yang sering disalahpahami, melainkan teknik psikoterapi olah pikir berbasis ilmiah yang membantu anak mengakses kondisi relaksasi mendalam sehingga pikiran bawah sadar mereka lebih terbuka untuk penyembuhan.
Hipnoterapi sangat efektif karena trauma masa kecil tersimpan kuat di memori bawah sadar. Dalam kondisi relaksasi, anak dapat dibimbing untuk melepaskan ingatan yang menakutkan, menata ulang asosiasi negatif terhadap makanan, menenangkan respons panik, serta membentuk keyakinan baru yang lebih sehat dan realistis.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa hipnoterapi aman bagi anak, terutama ketika dilakukan oleh profesional yang kompeten. Di Indonesia, seorang hipnoterapis profesional merupakan lulusan pelatihan hipnosis yang telah melalui uji kompetensi dan memperoleh pengakuan resmi dari negara melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Para ahli hipnoterapi juga merupakan praktisi yang telah menempuh proses pendidikan dan pelatihan yang ketat. Lembaga pelatihan yang menaungi mereka beroperasi secara resmi, diakui pemerintah dengan menggunakan kurikulum hipnoterapi dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Selain itu, lembaganya terakreditasi Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Kesehatan.
Baca Juga
Dinamika Biner pada Gelar Pahlawan
Keberadaan profesional hipnoterapis kini makin mudah ditemukan di berbagai daerah. Saat ini, lebih dari 15 ribu lulusan Indonesian Hypnosis Centre (IHC), lembaga pelatihan hipnosis yang terakreditasi Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Kesehatan, telah berpraktik dan menjadi bagian penting dalam penguatan kesehatan mental anak di Indonesia.
Peran Negara
Pemulihan trauma mental anak bukan hanya urusan keluarga. Sekolah dan negara memiliki peran krusial karena lingkungan sosial anak terbangun di keduanya.
Pertama, setiap kasus keracunan MBG harus diikuti pendampingan psikologis yang jelas, bukan sekadar tindakan sukarela dari guru bimbingan konseling (BK). Tentu dapat disarankan agar guru BK diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan hipnoterapi di lembaga pendidikan resmi.
Kedua, sekolah harus memiliki protokol pemulihan psikososial seperti ruang konseling, sesi pemulihan bersama, hingga koordinasi dengan tenaga kesehatan mental (profesional hipnoterapis). Guru perlu dilatih mengenali gejala trauma, bukan hanya gejala sakit fisik. Yang paling sederhana adalah mempelajari hipnoterapi.
Ketiga, integrasi layanan terapi, termasuk hipnoterapi berbasis klinis, dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari layanan kesehatan mental anak di sekolah, puskesmas, dan rumah sakit. Hal itu sangat mungkin terlaksana karena sudah banyak hipnoterapis profesional yang bersertifikasi clinical hypnotherapist cakap berpraktik di rumah sakit.
Ketika anak menjadi korban keracunan MBG, negara wajib hadir tidak hanya untuk menindak pelaku atau mencegah kejadian berulang, tetapi juga untuk merawat luka batin anak yang paling rentan. (*)




