Loading...
Minggu Pahing, 16 November 2025
Jawa Pos

Selalu Ada Yang Baru!

Loading...
Home
Halte
Home
›Halte

Setelah Pidato Usai

Editor-Halte
15 November 2025
Setelah Pidato Usai
Klik untuk perbesar
Ilustrasi Nina/Jawa Pos

Oleh Djoko Saryono

Sebelum Mendikdasmen Abdul Mu’ti pidato memakai bahasa Indonesia di forum pertemuan UNESCO, media sosial, media digital, pun media cetak mewartakannya. Saat ia pidato bahasa Indonesia, jutaan pasang mata dan telinga menyaksi-dengarkannya melalui berbagai medium. Setelah ia pidato bahasa Indonesia di forum tersebut, pelbagai media mewartakan juga, dan tentu mengulasnya.

Sekian kesan, pujian, harapan, kegirangan, dan kebanggaan, malah rasa percaya diri meruap dari berita yang terpublikasikan. Pidato itu kini telah usai dan dunia tahu bahasa Indonesia bisa bertugas mengekspresikan masalah dan kegelisahan global.

Setelah pidato usai, berkelebat tanya, apa makna yang bisa ditangguk dan apa implikasi yang harus dijelang? Apakah amanat perundangan kebahasaan untuk internasionalisasi bahasa Indonesia sudah tunai? Internasionalisasi telah tercapai atau baru dimulai –dan apa tugas-tugas ke depan yang harus dijalankan? Implikasi apa sajakah yang perlu disongsong dan dilaksanakan demi penguatan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional? Dengan pidato tersebut, kita baru meletakkan fondasi formal-simbolis internasionalisasi bahasa Indonesia sekaligus secara real dan aksional mendeklarasikan kelayakan dan kepantasan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa internasional.

Makna

Hal tersebut menyodorkan pelbagai makna untuk terus diperkuat ke depannya. Pertama, bahasa Indonesia menapak menjadi lingua franca internasional atau global, bukan lagi sekadar Indonesia dan/atau kawasan negeri bawah angin. Kapasitas dan peran ini perlu kita dorong lebih intensif lagi dengan pelbagai cara formal dan nonformal di samping cara edukatif-linguistis dan politis-antropologis. Seiring dengan itu, kedua, bahasa Indonesia menjadi ruang imajinasi global yang digunakan oleh komunitas-imajinatif internasional, tak hanya oleh komunitas-imajinatif bangsa. Ini memerlukan sikap dan kesadaran terbuka dan inklusif kita bahwa bahasa Indonesia menjadi ”bahasa-hidup dan bahasa-kerja” komunitas global.

Ketiga, kita semua perlu sadar bahwa bahasa Indonesia kini milik warga global sehingga sikap dan laku chauvinis atau nasionalis sempit harus dihindarkan. Selain mendorong penutur jati bahasa Indonesia, kita perlu mengimbau diaspora dan warga bangsa lain mencintai dan gemar memakai bahasa Indonesia sesuai pelbagai fungsi internasional. Jangan gandoli bahasa Indonesia untuk pergi jauh ke dunia lebih luas dan dipiara oleh banyak komunitas global.

Baca Juga

Membatalkan Gelar

Keempat, penerimaan dan partisipasi global untuk memiliki atau mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka perlu diterima secara lapang dada. Rasa memiliki dan paling berjasa terhadap bahasa Indonesia secara eksklusif kita rem. Biarlah komunitas internasional masuk untuk ikut berjasa dan memiliki bahasa Indonesia.

Implikasi

Sejalan dengan itu, ada beberapa implikasi yang perlu kita kerjakan untuk masa depan cerah bahasa Indonesia sebagai bahasa komunitas internasional. Pertama, komunitas nasional (kita) bersama-sama dengan komunitas internasional bukan hanya harus mengembangkan dan menguatkan, tapi juga memperluas dan mengintensifkan pemakaian bahasa Indonesia dalam interaksi, komunikasi, dan percaturan internasional di pelbagai lapangan kebudayaan atau peradaban, mulai ekonomi, ilmu dan teknologi, sampai spiritualitas atau agama. Persebaran orang-orang Indonesia yang makin meluas bisa dijadikan duta-duta pemakaian bahasa Indonesia, misalnya pekerja luar negeri dan wisatawan Indonesia.

Kedua, keanekaragaman dan keluasan sumber pengembangan dan pemajuan bahasa Indonesia perlu direalisasikan dalam kerja dan produk kebahasaan demi kefasihan bahasa Indonesia mengungkapkan kebutuhan, kepentingan, dan kebersamaan internasional atau global. Di sini bukan multilingualisme dan bilingualisme lagi yang dijadikan andalan, tetapi plurikulturalisme dan plurilingualisme. Politik bahasa Indonesia ke depan perlu bersendi plurikultualisme dan plurilingualisme. Bukan juga semangat kuali peleburan (melting pot) yang dijadikan dasar pengembangan, pemajuan, dan pemodernan bahasa Indonesia, melainkan mangkuk salad kebersamaan (salad bowl) dalam kemajemukan bahasa. Ini menuntut rancang-bangun dan tata hubungan politik bahasa Indonesia yang baru.

Ketiga, kita bersama komunitas global perlu membangun politik-global bahasa Indonesia yang sesuai dengan dan menampung kepentingan, kebutuhan, dan hajat internasional yang melampaui antroposentrisme mencapai post-antroposen (post-anthropocene). Masa depan dan harapan kuat perlu dibuka bagi kalangan internasional atau global tatkala bereksistensi, melebihi berkomunikasi, dengan bahasa Indonesia. Politik harapan dan optimisme perlu ditebarkan kepada penutur bahasa Indonesia, melampaui penutur-jati (native speaker) bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia bukan saja bahasa yang terhindar dari kepunahan atau sedang dalam bahaya, melainkan tengah menuju kebangkitan dinamis dengan elan vital dan energi kemanusiaan, kebudayaan, dan peradaban yang prima. Berkata Ken Hale (1992) dalam Language Endangerment and the Human Value of Linguistics Diversity, ”sebuah bahasa mati bukan ketika penutur terakhirnya meninggal, tetapi ketika kita berhenti melihat masa depan di dalamnya.”

Baca Juga

Primbon Politik

Keempat, kita mestilah menyadari apa yang kita kerjakan untuk bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional bukanlah gerakan ekspansif dan opresif secara politis-kultural, antropolinguistis, dan politikolinguistis, namun gerakan penawaran dan peyakinan jalan keluar bagi kemelut eksistensi dan komunikasi global umat manusia pada masa kini dan masa depan. Tentulah kita tak ingin bahasa Indonesia dan pengembangnya terperangkap sindrom Menara Babel dan/atau teperdaya mitos Sentuhan Raja Midas dalam kerja-kerja internasionalisasi bahasa Indonesia.

Untuk itu, kita menyiapkan kelembagaan beserta jaringannya untuk mengonseptualisasi dan mereformulasi gambaran-utuh bahasa Indonesia sebagai internasional yang terbebas dari nasionalisme sempit dan internasionalisme picik. Siapakah kita? Siapkah bahasa Indonesia? Yudi Latif (2025) dalam Apa Jadinya Dunia Tanpa Indonesia? berseru, ” ... di tangan kita semua, ia bisa menjadi hadiah terindah Nusantara untuk dunia: sebuah bahasa yang membuktikan bahwa kesederhanaan dan keterbukaan bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan sejati.” (*)

Djoko Saryono

Guru Besar Sastra Universitas Negeri Malang; Ketua Tim Perumus Kongres Bahasa Indonesia XI dan Sekretaris Tim Perumus Kongres Bahasa Indonesia XII

Bagikan artikel ini

Most Read

1

Primbon Politik

Halte
2

Sejarah Filsafat dan Status Quo

Halte
3

Setelah Pidato Usai

Halte
4

Membatalkan Gelar

Halte

Berita Terbaru

Membatalkan Gelar

Membatalkan Gelar

Halte•9 jam yang lalu
Primbon Politik

Primbon Politik

Halte•6 hari yang lalu
Home
›Halte
›Setelah Pidato Usai
Setelah Pidato Usai
Halte

Setelah Pidato Usai

Editor-15 November 2025
Klik untuk perbesar

Ilustrasi Nina/Jawa Pos

Bagikan artikel ini

Oleh Djoko Saryono

Sebelum Mendikdasmen Abdul Mu’ti pidato memakai bahasa Indonesia di forum pertemuan UNESCO, media sosial, media digital, pun media cetak mewartakannya. Saat ia pidato bahasa Indonesia, jutaan pasang mata dan telinga menyaksi-dengarkannya melalui berbagai medium. Setelah ia pidato bahasa Indonesia di forum tersebut, pelbagai media mewartakan juga, dan tentu mengulasnya.

Sekian kesan, pujian, harapan, kegirangan, dan kebanggaan, malah rasa percaya diri meruap dari berita yang terpublikasikan. Pidato itu kini telah usai dan dunia tahu bahasa Indonesia bisa bertugas mengekspresikan masalah dan kegelisahan global.

Setelah pidato usai, berkelebat tanya, apa makna yang bisa ditangguk dan apa implikasi yang harus dijelang? Apakah amanat perundangan kebahasaan untuk internasionalisasi bahasa Indonesia sudah tunai? Internasionalisasi telah tercapai atau baru dimulai –dan apa tugas-tugas ke depan yang harus dijalankan? Implikasi apa sajakah yang perlu disongsong dan dilaksanakan demi penguatan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional? Dengan pidato tersebut, kita baru meletakkan fondasi formal-simbolis internasionalisasi bahasa Indonesia sekaligus secara real dan aksional mendeklarasikan kelayakan dan kepantasan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa internasional.

Makna

Hal tersebut menyodorkan pelbagai makna untuk terus diperkuat ke depannya. Pertama, bahasa Indonesia menapak menjadi lingua franca internasional atau global, bukan lagi sekadar Indonesia dan/atau kawasan negeri bawah angin. Kapasitas dan peran ini perlu kita dorong lebih intensif lagi dengan pelbagai cara formal dan nonformal di samping cara edukatif-linguistis dan politis-antropologis. Seiring dengan itu, kedua, bahasa Indonesia menjadi ruang imajinasi global yang digunakan oleh komunitas-imajinatif internasional, tak hanya oleh komunitas-imajinatif bangsa. Ini memerlukan sikap dan kesadaran terbuka dan inklusif kita bahwa bahasa Indonesia menjadi ”bahasa-hidup dan bahasa-kerja” komunitas global.

Ketiga, kita semua perlu sadar bahwa bahasa Indonesia kini milik warga global sehingga sikap dan laku chauvinis atau nasionalis sempit harus dihindarkan. Selain mendorong penutur jati bahasa Indonesia, kita perlu mengimbau diaspora dan warga bangsa lain mencintai dan gemar memakai bahasa Indonesia sesuai pelbagai fungsi internasional. Jangan gandoli bahasa Indonesia untuk pergi jauh ke dunia lebih luas dan dipiara oleh banyak komunitas global.

Baca Juga

Membatalkan Gelar

Keempat, penerimaan dan partisipasi global untuk memiliki atau mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka perlu diterima secara lapang dada. Rasa memiliki dan paling berjasa terhadap bahasa Indonesia secara eksklusif kita rem. Biarlah komunitas internasional masuk untuk ikut berjasa dan memiliki bahasa Indonesia.

Implikasi

Sejalan dengan itu, ada beberapa implikasi yang perlu kita kerjakan untuk masa depan cerah bahasa Indonesia sebagai bahasa komunitas internasional. Pertama, komunitas nasional (kita) bersama-sama dengan komunitas internasional bukan hanya harus mengembangkan dan menguatkan, tapi juga memperluas dan mengintensifkan pemakaian bahasa Indonesia dalam interaksi, komunikasi, dan percaturan internasional di pelbagai lapangan kebudayaan atau peradaban, mulai ekonomi, ilmu dan teknologi, sampai spiritualitas atau agama. Persebaran orang-orang Indonesia yang makin meluas bisa dijadikan duta-duta pemakaian bahasa Indonesia, misalnya pekerja luar negeri dan wisatawan Indonesia.

Kedua, keanekaragaman dan keluasan sumber pengembangan dan pemajuan bahasa Indonesia perlu direalisasikan dalam kerja dan produk kebahasaan demi kefasihan bahasa Indonesia mengungkapkan kebutuhan, kepentingan, dan kebersamaan internasional atau global. Di sini bukan multilingualisme dan bilingualisme lagi yang dijadikan andalan, tetapi plurikulturalisme dan plurilingualisme. Politik bahasa Indonesia ke depan perlu bersendi plurikultualisme dan plurilingualisme. Bukan juga semangat kuali peleburan (melting pot) yang dijadikan dasar pengembangan, pemajuan, dan pemodernan bahasa Indonesia, melainkan mangkuk salad kebersamaan (salad bowl) dalam kemajemukan bahasa. Ini menuntut rancang-bangun dan tata hubungan politik bahasa Indonesia yang baru.

Ketiga, kita bersama komunitas global perlu membangun politik-global bahasa Indonesia yang sesuai dengan dan menampung kepentingan, kebutuhan, dan hajat internasional yang melampaui antroposentrisme mencapai post-antroposen (post-anthropocene). Masa depan dan harapan kuat perlu dibuka bagi kalangan internasional atau global tatkala bereksistensi, melebihi berkomunikasi, dengan bahasa Indonesia. Politik harapan dan optimisme perlu ditebarkan kepada penutur bahasa Indonesia, melampaui penutur-jati (native speaker) bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia bukan saja bahasa yang terhindar dari kepunahan atau sedang dalam bahaya, melainkan tengah menuju kebangkitan dinamis dengan elan vital dan energi kemanusiaan, kebudayaan, dan peradaban yang prima. Berkata Ken Hale (1992) dalam Language Endangerment and the Human Value of Linguistics Diversity, ”sebuah bahasa mati bukan ketika penutur terakhirnya meninggal, tetapi ketika kita berhenti melihat masa depan di dalamnya.”

Baca Juga

Primbon Politik

Keempat, kita mestilah menyadari apa yang kita kerjakan untuk bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional bukanlah gerakan ekspansif dan opresif secara politis-kultural, antropolinguistis, dan politikolinguistis, namun gerakan penawaran dan peyakinan jalan keluar bagi kemelut eksistensi dan komunikasi global umat manusia pada masa kini dan masa depan. Tentulah kita tak ingin bahasa Indonesia dan pengembangnya terperangkap sindrom Menara Babel dan/atau teperdaya mitos Sentuhan Raja Midas dalam kerja-kerja internasionalisasi bahasa Indonesia.

Untuk itu, kita menyiapkan kelembagaan beserta jaringannya untuk mengonseptualisasi dan mereformulasi gambaran-utuh bahasa Indonesia sebagai internasional yang terbebas dari nasionalisme sempit dan internasionalisme picik. Siapakah kita? Siapkah bahasa Indonesia? Yudi Latif (2025) dalam Apa Jadinya Dunia Tanpa Indonesia? berseru, ” ... di tangan kita semua, ia bisa menjadi hadiah terindah Nusantara untuk dunia: sebuah bahasa yang membuktikan bahwa kesederhanaan dan keterbukaan bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan sejati.” (*)

Djoko Saryono

Guru Besar Sastra Universitas Negeri Malang; Ketua Tim Perumus Kongres Bahasa Indonesia XI dan Sekretaris Tim Perumus Kongres Bahasa Indonesia XII

Most Read

1

Primbon Politik

Halte
2

Sejarah Filsafat dan Status Quo

Halte
3

Setelah Pidato Usai

Halte
4

Membatalkan Gelar

Halte

Berita Terbaru

Membatalkan Gelar

Membatalkan Gelar

Halte•9 jam yang lalu
Primbon Politik

Primbon Politik

Halte•6 hari yang lalu

KORAN JAWA POS

Instagram

  • @koran.jawapos
  • @jawapos.foto
  • @jawapossport

YouTube

  • @jawaposnews

TikTok

  • @koranjawapos

Email Redaksi

  • editor@jawapos.co.id

Berlangganan Koran

Hubungi WhatsApp:

+628113475001

© 2025 Koran Online. All rights reserved.

KORAN JAWA POS
Instagram:@koran.jawapos@jawapos.foto@jawapossport
Twitter:@koran_jawapos
YouTube:@jawaposnewsTikTok:@koranjawapos
Email Redaksi:editor@jawapos.co.id
Berlangganan Koran Hubungi WA:+628113475001