JAKARTA - Pemerintah telah menyelesaikan koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk mempercepat implementasi pembiayaan berbasis kekayaan intelektual (KI). Skema ini dipastikan resmi menjadi bagian dari kebijakan kredit pemerintah, setelah usulan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbasis KI sebesar Rp10 triliun disetujui dalam Rapat Koordinasi Komite Nasional. Rapat itu dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Senin (17/11) lalu.
Dengan persetujuan tersebut, Indonesia resmi menjadi negara ke-15 di dunia yang menyediakan skema pembiayaan berbasis KI bagi pelaku ekonomi kreatif dan UMKM. Kebijakan ini membuka peluang baru bagi pemilik paten, hak cipta, merek, desain industri, dan kekayaan intelektual lainnya untuk mendapatkan akses modal yang sebelumnya tidak dapat digunakan sebagai agunan.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan, kementeriannya telah membangun koordinasi penuh dengan kementerian teknis, lembaga keuangan, hingga otoritas pengawas jasa keuangan untuk memastikan skema tersebut siap dijalankan.
“Langkah awal sudah kami lakukan bersama BRI, dan kami juga memohon kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar pembiayaan, baik yang bank maupun non-bank bisa melaksanakan kebijakan kredit pemerintah setelah adanya lembaga penilai kekayaan intelektual,” jelas Supratman .
Dia menilai aspek regulasi dan pasar sudah memadai. Tantangan yang tersisa adalah pembiayaan riset dan pengembangan inovasi, terutama dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang menghasilkan produk berbasis KI.
“Jaminan pasarnya ada, (regulasi) hukumnya siap. Yang kurang adalah pembiayaan riset. Dengan KUR berbasis KI, kita bisa mempercepat pengembangan inovasi,” lanjutnya.
Mulai 2026, skema pembiayaan akan menggunakan mekanisme valuasi oleh lembaga penilai KI untuk menentukan besaran kredit. Untuk kredit bank, bunga ditetapkan sebesar 2,4 persen per tahun. Jika nilai proyek membutuhkan modal lebih besar, pemilik KI dapat menambahkan agunan tambahan. (bry/bas)



