PERUBAHAN era digital telah membawa transformasi besar dalam dunia pendidikan. Kehadiran teknologi informasi, internet, dan kecerdasan buatan mengubah cara manusia belajar, bekerja, dan berinteraksi. Dalam kondisi ini, guru tetap memegang peran kunci sebagai pendidik sekaligus pembimbing moral peserta didik.
Walaupun teknologi terus berkembang, peran guru tidak dapat digantikan oleh mesin atau algoritma. Fullan (2013), dalam The New Meaning of Educational Change, menegaskan bahwa guru adalah agen perubahan yang berperan penting dalam mengarahkan proses transformasi pendidikan.
Catatan ini membahas bagaimana guru beradaptasi dalam era digital, tantangan yang mereka hadapi, serta kompetensi baru yang dibutuhkan untuk menjaga kualitas pembelajaran.
Peran Guru
Transformasi digital mengubah pola belajar dari yang semula terpusat pada guru menjadi lebih terbuka dan fleksibel. Peserta didik kini dapat mengakses materi pembelajaran kapan saja dan dari mana saja. Namun, kehadiran guru tetap sangat dibutuhkan dalam membimbing peserta didik memahami informasi secara bermakna.
Darling-Hammond (2020), dalam The Right to Learn, menekankan bahwa kualitas hubungan antara guru dan siswa merupakan faktor yang paling berperan dalam keberhasilan pembelajaran. Artinya, meski materi bisa diperoleh melalui teknologi, makna pembelajaran tetap ditentukan oleh interaksi manusiawi antara guru dan peserta didik.
Di ruang kelas modern, guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Mereka menjadi fasilitator yang membantu siswa mengembangkan kemampuan kritis, kreativitas, kerja sama, dan komunikasi. Guru juga menjadi pengarah nilai moral yang sangat diperlukan di tengah derasnya arus informasi. Kehadiran guru memberikan orientasi etika dalam dunia digital yang rawan misinformasi, cyberbullying, serta penyalahgunaan teknologi.
Tantangan
Perkembangan teknologi digital membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan dan menuntut guru untuk beradaptasi dengan cepat. Guru harus mampu mengikuti perkembangan perangkat dan platform pembelajaran yang terus berubah. Sekaligus memastikan bahwa penggunaan teknologi tetap berpijak pada prinsip pedagogis. Hal itu sejalan dengan pandangan Hattie (2012) dalam Visible Learning for Teachers yang menegaskan bahwa teknologi hanya efektif apabila dipandu oleh guru yang memahami strategi pembelajaran secara mendalam, tidak sekadar bergantung pada kecanggihan alat.
Baca Juga
Penambahan Kuota Haji
Di sisi lain, beban administratif dan ekspektasi masyarakat terhadap profesionalisme guru semakin meningkat. Guru dituntut mengelola laporan digital, asesmen berbasis aplikasi, serta menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan abad ke-21. Tantangan itu semakin berat ketika di beberapa wilayah masih terdapat keterbatasan infrastruktur digital seperti jaringan internet yang tidak stabil dan ketersediaan perangkat yang terbatas. Kondisi tersebut membuat proses pembelajaran berbasis teknologi tidak selalu berjalan optimal dan memengaruhi pemerataan kualitas pendidikan.
Selain tantangan teknis dan administratif, guru menghadapi dinamika emosional dalam mendampingi generasi yang hidup dalam budaya digital. Peserta didik saat ini rentan mengalami distraksi, kecemasan, serta pola pikir instan akibat paparan teknologi yang berlebihan.
Situasi ini menuntut guru memiliki kemampuan sosial-emosional yang kuat serta strategi pembelajaran yang mampu menjaga fokus dan kesejahteraan psikologis siswa. Dengan demikian, guru tidak hanya berperan sebagai fasilitator pembelajaran, tetapi juga pendamping yang mampu menyeimbangkan aspek akademik dan emosional di era digital.
Kompetensi Baru
Dalam menghadapi era digital, guru membutuhkan serangkaian kompetensi tambahan agar mampu menjaga efektivitas pembelajaran. Literasi digital merupakan kompetensi utama yang meliputi kemampuan menggunakan perangkat pembelajaran, memahami keamanan digital, serta menilai kredibilitas informasi.
Guru juga harus mampu merancang pembelajaran berbasis proyek, menerapkan asesmen formatif digital, serta memanfaatkan data pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pengajaran. OECD Teaching and Learning International Survey (TALIS) 2019 menegaskan bahwa guru memerlukan pelatihan berkelanjutan untuk mengembangkan kompetensi digital yang relevan.
Selain kompetensi digital, guru memerlukan kemampuan untuk mengintegrasikan teknologi dengan pendekatan pedagogis yang tepat. Mereka harus memahami kapan teknologi digunakan dan kapan interaksi langsung lebih efektif. UNESCO (2020) dalam Education in a Post-Covid World: Nine Ideas for Public Action menekankan bahwa pemberdayaan guru merupakan langkah fundamental untuk mewujudkan pendidikan berkualitas di era digital.
Guru memegang peran penting dalam mengarahkan generasi muda menghadapi perubahan era digital. Mereka tidak hanya menyesuaikan diri dengan teknologi, tetapi juga menjadi penjaga nilai moral dan pembimbing emosional bagi peserta didik. Tantangan yang dihadapi guru perlu mendapatkan dukungan melalui pelatihan, penyediaan teknologi, dan lingkungan kerja yang mendukung. Dengan demikian, guru dapat menjalankan perannya secara optimal dan membawa pendidikan menuju masa depan yang lebih inklusif, kreatif, dan humanis. (*)



