Loading...
Minggu Wage, 23 November 2025
Jawa Pos

Selalu Ada Yang Baru!

Loading...
Home
OpiniGuru MenulisCAKJEPEJurnal Mahasiswa
Home
›Opini

Penambahan Kuota Haji

Editor-Opini
21 November 2025
Penambahan  Kuota Haji
Klik untuk perbesar
DEDHIE RIHADI/AI/JAWA POS

(Jati Diri)

PADA akhir tahun lalu hingga awal tahun ini, pemerintah Arab Saudi resmi menambah kuota haji Indonesia sebanyak 20 ribu jemaah. Dengan demikian, kuota haji reguler Indonesia pada musim haji 1446 H/2025 M menjadi 241 ribu orang (dari sebelumnya 221 ribu orang). Angka tertinggi sepanjang sejarah penyelenggaraan haji Indonesia.

Kabar itu tentu disambut sukacita. Namun, muncul tantangan besar: bagaimana mendistribusikan tambahan 20 ribu kuota tersebut secara adil ke seluruh kabupaten/kota di Indonesia?

Data Kementerian Agama menunjukkan ketimpangan yang mencolok. Kota Surabaya, misalnya, mendapat tambahan 1.098 jemaah. Sementara Kabupaten Bener Meriah (Aceh) hanya mendapat tambahan 1 orang. Puluhan kabupaten lain dengan daftar tunggu 25–40 tahun hanya kebagian tambahan 1–10 orang, sedangkan beberapa kota besar mendapat ratusan hingga ribuan.

Akibatnya, gelombang protes keras muncul dari berbagai daerah, terutama Nusa Tenggara Barat, Maluku, Papua, Papua Barat, serta sejumlah kabupaten di Sumatera dan Kalimantan. Mereka menilai formula distribusi kuota yang digunakan Kemenag tidak transparan dan tidak mencerminkan rasa keadilan.

Kemenag mengklaim menggunakan rumus proporsional yang mempertimbangkan tiga variabel utama. Kuota dasar tahun sebelumnya, jumlah penduduk muslim, dan panjang daftar tunggu (waiting list). Namun, dalam praktiknya, bobot kuota dasar tahun sebelumnya terlalu dominan. Akibatnya, daerah yang sudah memiliki kuota besar terus mendapat tambahan besar pula (efek ’’the rich get richer’’). Sementara daerah dengan daftar tunggu terpanjang justru terpinggirkan.

Belum lagi dampak lanjutan seperti waiting list di sejumlah kabupaten tertinggal yang semakin panjang. Lalu, banyak kantor Kemenag kabupaten yang kewalahan menangani lonjakan manasik, pembinaan, dan proses pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (bipih) dalam waktu singkat.

Dari masalah tersebut, perlu ada revisi formula distribusi kuota. Berikan bobot lebih besar pada panjang waiting list (misalnya 50–60 persen bobot total). Terapkan prinsip keadilan korektif untuk daerah dengan waiting list di atas 25 tahun yang berhak atas prioritas tambahan. Aktifkan kuota afirmasi daerah tertinggal seperti yang pernah diusulkan DPR. Alokasikan 5–10 persen dari tambahan kuota nasional sebagai kuota khusus untuk provinsi/kabupaten dengan waiting list terpanjang.

Baca Juga

Guru di Era Digital

Yang tak kalah penting, publikasikan secara terbuka data waiting list per kabupaten/kota, jumlah pendaftar baru tiap tahun, dan simulasi perhitungan kuota di laman resmi Kemenag. Sembari melakukan penambahan SDM dan anggaran operasional di Kemenag kabupaten yang daftar tunggunya panjang.

Last but not least, jika memungkinkan, negosiasikan dengan pemerintah Arab Saudi untuk kuota per provinsi (bukan nasional) supaya lebih mudah mengatur pemerataannya. Penambahan kuota haji memang kabar gembira. Tetapi, tanpa perubahan mendasar pada sistem distribusi, masalah ketidakadilan terus berulang dan semakin parah. (dns)

Bagikan artikel ini

Most Read

1

Benteng Retak Keamanan Hakim

Opini
2

Indikasi Tercemar, Produk Sepatu RI Dipulangkan dari AS

CAKJEPE
3

Merawat Trauma Mental Korban Keracunan MBG

Opini
4

Banyak Anak yang Terima Makanan Rusak

CAKJEPE
5

Tanah Diblokir Pertamina, Warga Sulit Urus Tanah

CAKJEPE

Berita Terbaru

Tanah Diblokir Pertamina, Warga Sulit Urus Tanah

Tanah Diblokir Pertamina, Warga Sulit Urus Tanah

CAKJEPE•2 hari yang lalu
Guru di Era Digital

Guru di Era Digital

Opini•2 hari yang lalu
Home
›Opini
›Penambahan Kuota Haji
Penambahan  Kuota Haji
Opini

Penambahan Kuota Haji

Editor-21 November 2025
Klik untuk perbesar

DEDHIE RIHADI/AI/JAWA POS

Bagikan artikel ini

(Jati Diri)

PADA akhir tahun lalu hingga awal tahun ini, pemerintah Arab Saudi resmi menambah kuota haji Indonesia sebanyak 20 ribu jemaah. Dengan demikian, kuota haji reguler Indonesia pada musim haji 1446 H/2025 M menjadi 241 ribu orang (dari sebelumnya 221 ribu orang). Angka tertinggi sepanjang sejarah penyelenggaraan haji Indonesia.

Kabar itu tentu disambut sukacita. Namun, muncul tantangan besar: bagaimana mendistribusikan tambahan 20 ribu kuota tersebut secara adil ke seluruh kabupaten/kota di Indonesia?

Data Kementerian Agama menunjukkan ketimpangan yang mencolok. Kota Surabaya, misalnya, mendapat tambahan 1.098 jemaah. Sementara Kabupaten Bener Meriah (Aceh) hanya mendapat tambahan 1 orang. Puluhan kabupaten lain dengan daftar tunggu 25–40 tahun hanya kebagian tambahan 1–10 orang, sedangkan beberapa kota besar mendapat ratusan hingga ribuan.

Akibatnya, gelombang protes keras muncul dari berbagai daerah, terutama Nusa Tenggara Barat, Maluku, Papua, Papua Barat, serta sejumlah kabupaten di Sumatera dan Kalimantan. Mereka menilai formula distribusi kuota yang digunakan Kemenag tidak transparan dan tidak mencerminkan rasa keadilan.

Kemenag mengklaim menggunakan rumus proporsional yang mempertimbangkan tiga variabel utama. Kuota dasar tahun sebelumnya, jumlah penduduk muslim, dan panjang daftar tunggu (waiting list). Namun, dalam praktiknya, bobot kuota dasar tahun sebelumnya terlalu dominan. Akibatnya, daerah yang sudah memiliki kuota besar terus mendapat tambahan besar pula (efek ’’the rich get richer’’). Sementara daerah dengan daftar tunggu terpanjang justru terpinggirkan.

Belum lagi dampak lanjutan seperti waiting list di sejumlah kabupaten tertinggal yang semakin panjang. Lalu, banyak kantor Kemenag kabupaten yang kewalahan menangani lonjakan manasik, pembinaan, dan proses pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (bipih) dalam waktu singkat.

Dari masalah tersebut, perlu ada revisi formula distribusi kuota. Berikan bobot lebih besar pada panjang waiting list (misalnya 50–60 persen bobot total). Terapkan prinsip keadilan korektif untuk daerah dengan waiting list di atas 25 tahun yang berhak atas prioritas tambahan. Aktifkan kuota afirmasi daerah tertinggal seperti yang pernah diusulkan DPR. Alokasikan 5–10 persen dari tambahan kuota nasional sebagai kuota khusus untuk provinsi/kabupaten dengan waiting list terpanjang.

Baca Juga

Guru di Era Digital

Yang tak kalah penting, publikasikan secara terbuka data waiting list per kabupaten/kota, jumlah pendaftar baru tiap tahun, dan simulasi perhitungan kuota di laman resmi Kemenag. Sembari melakukan penambahan SDM dan anggaran operasional di Kemenag kabupaten yang daftar tunggunya panjang.

Last but not least, jika memungkinkan, negosiasikan dengan pemerintah Arab Saudi untuk kuota per provinsi (bukan nasional) supaya lebih mudah mengatur pemerataannya. Penambahan kuota haji memang kabar gembira. Tetapi, tanpa perubahan mendasar pada sistem distribusi, masalah ketidakadilan terus berulang dan semakin parah. (dns)

Most Read

1

Benteng Retak Keamanan Hakim

Opini
2

Indikasi Tercemar, Produk Sepatu RI Dipulangkan dari AS

CAKJEPE
3

Merawat Trauma Mental Korban Keracunan MBG

Opini
4

Banyak Anak yang Terima Makanan Rusak

CAKJEPE
5

Tanah Diblokir Pertamina, Warga Sulit Urus Tanah

CAKJEPE

Berita Terbaru

Tanah Diblokir Pertamina, Warga Sulit Urus Tanah

Tanah Diblokir Pertamina, Warga Sulit Urus Tanah

CAKJEPE•2 hari yang lalu
Guru di Era Digital

Guru di Era Digital

Opini•2 hari yang lalu

KORAN JAWA POS

Instagram

  • @koran.jawapos
  • @jawapos.foto
  • @jawapossport

YouTube

  • @jawaposnews

TikTok

  • @koranjawapos

Email Redaksi

  • editor@jawapos.co.id

Berlangganan Koran

Hubungi WhatsApp:

+628113475001

© 2025 Koran Online. All rights reserved.

KORAN JAWA POS
Instagram:@koran.jawapos@jawapos.foto@jawapossport
Twitter:@koran_jawapos
YouTube:@jawaposnewsTikTok:@koranjawapos
Email Redaksi:editor@jawapos.co.id
Berlangganan Koran Hubungi WA:+628113475001