JAKARTA - Amerika Serikat berharap Indonesia dapat melakukam percepatan reformasi kebijakan agar iklim investasi lebih terbuka dan kompetitif. AS menilai tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadi fase penting bagi arah kebijakan nasional.
Kamar Dagang dan Industri Amerika Serikat (US Chamber of Commerce/USCC) bersama American Chamber of Commerce in Indonesia (AmCham Indonesia) menegaskan bahwa periode awal pemerintahan baru menjadi momentum krusial untuk menunjukkan komitmen terhadap perbaikan iklim usaha. ”Ini momen penting untuk transisi kebijakan dan kemajuan nyata dalam memperbaiki iklim investasi,” ujar Director AmCham Indonesia Donna Priadi di Jakarta Selasa (18/11).
Donna menambahkan, dunia usaha Negeri Paman Sam telah lama menjadi mitra strategis Indonesia, ditandai dengan keberlanjutan investasi perusahaan-perusahaan AS yang tetap beroperasi dan berkembang melewati berbagai pergantian pemerintahan. ”Kami berkomitmen bekerja sama dengan Indonesia untuk menjadikan momen transisi ini sebagai fondasi bagi kemakmuran bersama,” tambahnya.
Tingkatkan Konsistensi-Daya Saing
Wakil Presiden USCC untuk Asia Tenggara dan Oseania John Goyer menambahan, Indonesia berada pada titik kritis yang membutuhkan reformasi kebijakan yang lebih kuat demi meningkatkan kejelasan, prediktabilitas, dan daya saing. ”Pesan kami jelas. Kejelasan, konsistensi, dan daya saing kini lebih penting dari sebelumnya,” tegasnya.
USCC dan AmCham meluncurkan US-Indonesia Investment Report 2025: A Year of Transition, yang menyoroti ketahanan hubungan ekonomi kedua negara. Laporan itu mencatat realisasi investasi perusahaan AS di Indonesia mencapai sekitar USD 67 miliar dalam satu dekade terakhir, dengan kontribusi lebih dari USD 130 miliar terhadap output ekonomi melalui efek berganda.
Kurangi Defisit
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa hubungan perdagangan kedua negara masih menunjukkan ketidakseimbangan. Ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 26,4 miliar, sedangkan impor berada di kisaran USD 12 miliar. Untuk mengurangi defisit, kedua negara menyiapkan sejumlah kesepakatan komersial, termasuk rencana peningkatan impor energi dari Negeri Paman Sam senilai USD 15 miliar serta pembelian produk pertanian sebesar USD 4,5 miliar.
Selain itu, Airlangga menyoroti proyek penting seperti pengembangan carbon capture and storage (CCS) bersama Exxon serta peresmian proyek kilang senilai USD 4 miliar di Cilegon oleh Presiden Prabowo Subianto. Keduanya disebut berperan dalam memperkuat ketahanan energi dan hilirisasi industri nasional. Indonesia juga tengah melanjutkan negosiasi ekonomi dengan AS yang diharapkan dapat segera diselesaikan. (agf/dio)



