JAKARTA – Pendidikan di pondok pesantren bakal semakin mendapatkan pengakuan oleh negara. Pendidikan di pondok pesantren dimasukkan dalam draf revisi UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dengan demikian, alumni pesantren mempunyai hak yang sama seperti lulusan lembaga pendidikan formal.
Informasi tersebut disampaikan Direktur Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), Basnang Said, dalam halaqah pesantren di UIN Sayyid Ali Rahmatullah (Satu) Tulungagung kemarin (19/11). Dalam forum tersebut, Basnang mengatakan saat ini sedang digodok revisi UU Sisdiknas.
Dalam prosesnya, Kemenag memperjuangkan supaya pesantren masuk menjadi salah satu jenis pendidikan tersendiri di UU Sisdiknas. “Jadi di draf revisi UU Sisdiknas, ada pendidikan umum, vokasi, keagamaan, dan pesantren,” katanya. Dengan begitu, pendidikan pesantren muncul sebagai nomenklatur tersendiri dalam UU Sisdiknas.
Harapannya, pesantren semakin kuat dalam menjalankan tugasnya di masyarakat. Selain itu, lulusan pesantren juga semakin bisa diterima di semua lini profesi, seperti lulusan sekolah formal. “Lulusan pesantren mau jadi tentara bisa, mau jadi dokter juga bisa,” ungkapnya.
Basnang mengatakan, fungsi pesantren di masyarakat tidak hanya pendidikan, tetapi juga fungsi dakwah dan pemberdayaan umat. Ia mengatakan negara akan mengawal ketiga fungsi tersebut, tidak hanya aspek pendidikan saja.
Ia mencontohkan, di era Menag Yaqut Cholil Qoumas ada program kemandirian pesantren, yaitu program yang mengucurkan dana untuk kegiatan ekonomi di pesantren. Namun, program tersebut menjadi temuan BPK karena Direktorat Pesantren di Kemenag tugasnya hanya mengurus pendidikan saja. Akhirnya, program tersebut diganti menjadi pendidikan life skill.
“Sekarang pesantren sudah jadi eselon satu sendiri. Tidak di bawah Ditjen Pendidikan Islam Kemenag,” katanya. Harapannya, anggaran negara untuk pesantren semakin besar. Kemudian anggaran tersebut tidak hanya untuk fungsi pendidikan di pesantren, tetapi juga untuk mengawal fungsi dakwah dan pemberdayaan umat di lingkungan pesantren.
Kegiatan Halaqah Pesantren dijalankan untuk mencari masukan dari komunitas pesantren dalam pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren Kemenag. Sebelumnya, Halaqah Pesantren digelar di UIN Saifuddin Zuhri (Saizu) Purwokerto. Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah, Ubaidillah Shadaqah, menyampaikan hadirnya Direktorat Jenderal Pesantren diharapkan bisa mengatasi masalah di pesantren.
Ubaidillah, di antaranya, menyoroti masalah kesehatan santriwati. “Banyak santriwati yang mengalami masalah kesehatan, yaitu anemia,” katanya. Untuk itu, ia berharap Direktorat Pesantren nanti tidak hanya berfokus pada urusan pendidikan saja, tetapi juga layanan menyeluruh bagi kehidupan santri, termasuk aspek kesehatan.
Menurut dia, masalah anemia itu harus ditangani karena berdampak pada kualitas belajar para santriwati. Ubaidillah menekankan pentingnya program nutrisi, pemeriksaan kesehatan rutin, serta fasilitas kesehatan yang memadai di lingkungan pesantren. (wan/ali)



