Selalu Ada Yang Baru!
Bagi Yohan Fikri, kata ”anjing” memanggul banyak lapisan makna. Ia bukan sekadar binatang, melainkan simbol ”keterbuangan”. Atau, bisa juga naluri yang tak mampu dijinakkan. ”Di banyak kebudayaan, anjing adalah penjaga gerbang. Antara dunia terang dan gelap, atau antara yang manusia dan yang liar,” katanya. Dalam Anjing-Anjing Lepas Amarah, Yohan memakai ”anjing” sebagai metafora bagi sisi manusia yang dibuang dari tatanan: yang marah, yang terusir, tapi masih setia menggonggong di tepi sejarah. Ia melambangkan dorongan paling purba dalam diri manusia untuk melawan dan bertahan. Buku kumpulan puisi tersebut baru saja meraih dua penghargaan sekaligus: Anugerah Sutasoma Balai Bahasa Jawa Timur kategori karya sastra berbahasa Indonesia dan Penghargaan Sastra Kemendikdasmen kategori kumpulan puisi. Yohan mengatakan, buku tersebut berisi 36 judul puisi dengan tema beragam, tetapi masih dapat ditarik benang merahnya. Secara garis besar, tema-temanya berkisar di antara ”yang teologis” dan ”yang ekologis” dalam berbagai rentangannya. Salah satunya menyinggung peristiwa kekerasan komunitas Sunni terhadap komunitas Syiah di Sampang. Lebih lanjut, Yohan mengungkapkan bahwa puisi bukan hanya soal kepadatan makna, tapi soal ketepatan. Menulis puisi juga bukan cara berpikir yang ringkas, melainkan cara merasakan yang jernih. ”Bayangkan saja cara kerjanya seperti ketika seseorang menghirup dan menghela udara saat bernapas. Ia harus tahu kapan menarik,...