JAKARTA – Utang luar negeri (ULN) Indonesia kembali turun. Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi ULN pada kuartal III 2025 mencapai USD 424,4 miliar. Angka itu lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar USD 432,3 miliar. Secara tahunan, ULN juga terkoreksi 0,6 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (YoY).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, perlambatan itu dipicu dua faktor yakni, melemahnya ULN sektor publik serta kontraksi lebih dalam pada ULN swasta. ULN pemerintah tercatat USD 210,1 miliar, tumbuh 2,9 persen YoY, jauh melambat dari 10 persen pada kuartal sebelumnya.
“Kontraksi aliran modal asing pada surat berharga negara (SBN) domestik membuat pertumbuhan ULN pemerintah tertahan di tengah ketidakpastian pasar keuangan global,” papar Denny di Jakarta Senin (17/11).
Meskipun demikian, BI menegaskan pengelolaan ULN pemerintah tetap dilakukan secara cermat, terukur, dan akuntabel. Utang tersebut diarahkan untuk mendukung program prioritas, mulai jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,1 persen), administrasi pemerintah dan pertahanan (20,7 persen), pendidikan (17 persen), konstruksi (10,7 persen), transportasi (8,2 persen), hingga jasa keuangan dan asuransi (7,5 persen). “Hampir seluruhnya merupakan utang jangka panjang (99,9 persen),” imbuhnya.
Dari sisi swasta, ULN juga turun menjadi USD 191,3 miliar , dari USD 193,9 miliar pada kuartal sebelumnya. Secara tahunan, ULN swasta terkontraksi 1,9 persen YoY, lebih dalam dari 0,2 persen pada kuartal II. Penurunan terutama terjadi pada lembaga keuangan (-3 persen YoY) dan perusahaan nonkeuangan (-1,7% YoY).
Secara keseluruhan, BI menilai struktur ULN Indonesia masih sehat. Rasio ULN terhadap PDB turun menjadi 29,5 persen, dari 30,4 persen pada kuartal II. “Utang jangka panjang masih mendominasi (86,1%**), sehingga risiko jangka pendek relatif rendah,” katanya. (mim/dio)



