Loading...
Minggu Pahing, 16 November 2025
Jawa Pos

Selalu Ada Yang Baru!

Loading...
Home
NasionalEkonomi BisnisFinansialKementerianSosok & Sisi LainInternasionalJawa Timur
Home
›Nasional

KPAI Survei Penerima MBG, 35 Persen Anak Pernah Terima Makanan Rusak

Editor-Nasional
16 November 2025
KREATIF: Sejumlah petugas berkostum Power Rangers mengantar Makan Bergizi Gratis (MBG) di SD Negeri Tempurejo 1, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (13/11/2025).
Klik untuk perbesar
ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

KREATIF: Sejumlah petugas berkostum Power Rangers mengantar Makan Bergizi Gratis (MBG) di SD Negeri Tempurejo 1, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (13/11/2025).

JAKARTA - Anak adalah penerima manfaat terbesar dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Bagaimana respons anak terhadap MBG? Jawabannya bisa dilihat dari hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini.

Hingga Oktober 2025, sebanyak 36,2 juta anak telah menerima makanan dari program MBG. Dengan jumlah penerima yang begitu besar, berbagai pihak menekankan pentingnya menjadikan anak bukan sekadar objek, melainkan subjek yang didengar dalam program raksasa ini.

Dalam survei yang dilakukan KPAI, sejumlah anak menyampaikan pengalaman langsung terkait kualitas makanan yang mereka terima. “Kadang ada rasa asin, kadang buahnya bau sikil, kadang ada ulatnya,” kata salah satu responden. “Ih, tau nggak sih, aku makan buah semangka dan ternyata basi. Allahu Akbar, terus tempatnya tuh berminyak,” ujar responden lainnya.

Pernyataan tersebut muncul dalam peluncuran hasil survei bertajuk Kajian Suara Anak: Mengedepankan Perspektif Anak dalam Program Makan Bergizi Gratis pada Kamis (12/11). Kajian ini disusun KPAI dengan dukungan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Wahana Visi Indonesia (WVI). Survei ini memotret bagaimana anak-anak sebagai penerima manfaat utama dalam melihat pelaksanaan MBG sehari-hari.

Anak Perlu Dilibatkan sejak Perencanaan Program MBG

Salah satu temuan penting adalah perlunya pelibatan bermakna anak dalam perencanaan, implementasi, hingga evaluasi program. KPAI menilai, tim dapur atau SPPG seharusnya lebih sering membuka ruang diskusi dengan siswa agar menu dan pelaksanaan MBG sesuai kebutuhan dan selera anak.

“Selama ini kita lebih sering mendengar perspektif dari orang dewasa mengenai MBG. Melalui kajian ini, kami ingin mendengar apa yang disuarakan anak,” kata Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah.

Kajian ini menggunakan pendekatan Child-Led Research (CLR) atau penelitian yang dipimpin anak. Mulai penyusunan instrumen, pemetaan responden, pengumpulan data melalui diskusi terarah, hingga pengolahan data, dilakukan oleh para peneliti anak.

Survei daring disebarkan pada 11 Juli hingga 1 Agustus, menjangkau 2.241 responden di 12 provinsi. Dari jumlah tersebut, 1.624 data memenuhi kriteria analisis.

“Anak-anak adalah masa depan dan harapan bangsa. Karena itu, kami turut mendukung kajian ini sebagai komitmen untuk memahami kebutuhan anak, termasuk dalam mendapatkan hak dasarnya atas gizi yang cukup guna mendukung pertumbuhannya,” ujar Child Protection and Participation Manager WVI, Satrio Dwi Raharjo.

Baca Juga

Takut Kendaraan Mbrebet, Pengguna Motor dan Mobil Ramai-Ramai Pilih Antre di SPBU Swasta

Mayoritas responden menyampaikan apresiasi terhadap dimensi sosial-ekonomi MBG. Mereka bercerita bahwa program ini membuat mereka terbiasa makan bersama teman, membantu menghemat uang jajan, dan meringankan beban keluarga yang kurang mampu.

“Temuan awal ini menunjukkan MBG diperlukan di wilayah dengan masyarakat dari kelompok sosial-ekonomi menengah ke bawah,” kata Chief of Research and Policy CISDI Olivia Herlinda.

Namun, kajian ini juga menemukan sejumlah masalah. Sebanyak 583 responden (35,9 persen) mengaku pernah menerima makanan rusak, basi, atau mentah. Temuan ini berkaitan erat dengan meningkatnya kasus keracunan makanan MBG yang, menurut CISDI, mencapai 12.820 kasus hingga 30 Oktober. “Kasus keracunan tentu mempengaruhi kesehatan anak. Dalam jangka pendek, anak mengeluhkan gangguan pencernaan, penurunan nafsu makan, hingga diare,” ujar Olivia.

Dalam beberapa kasus, keracunan berdampak lebih serius, seperti infeksi bakteri. Jika terjadi berulang, kondisi ini dapat memicu peradangan kronis hingga kerusakan sel darah merah. “Pemulihannya tidak dapat diselesaikan dalam satu kali perawatan,” ucapnya.

Anak Alami Intimidasi dari Kepala Dapur SPPG

KPAI juga menyoroti kasus intimidasi yang dialami anak ketika mencoba melaporkan makanan tidak layak. Beberapa anak disebut mendapat tekanan dari kepala dapur saat mendokumentasikan keluhan mereka. “KPAI memandang temuan intimidasi terhadap anak yang melaporkan makan tidak layak sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak untuk menyampaikan pendapat tanpa rasa takut,” kata Aliyatul.

BGN Bentuk Lima Kelompok Kerja

Pemerintah berusaha mengatasi permasalahan yang timbul pada MBG. Yang paling baru adalah membentuk lima Kelompok Kerja (Pokja). “Pembentukan pokja-pokja ini sangat penting agar kita dapat segera menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan penyelenggaraan program MBG secara lintas kementerian/lembaga,” kata Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Nanik Sudaryati Deyang.

Salah satu yang menjadi sorotan terkait bahan baku. Pokja Pasokan Bahan Baku Pangan akan mencarikan solusi. Dengan beroperasinya 14.773 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai pelosok tanah air, konsumsi bahan pangan terus meningkat. Saat ini satu SPPG harus membeli bahan pangan untuk kebutuhan 3.000 hingga 3.500 orang setiap hari.

Baca Juga

Inilah Para Pemenang Kompetisi Hackathon Sawit Nasional 2025

“Karena permintaan terus meningkat, harga sayuran, telur, dan daging ayam mulai naik dan dapat memicu inflasi pangan,” ujarnya.

Agar dapat menjangkau kementerian/lembaga yang tidak tergabung dalam Tim Koordinasi Penyelenggaraan Program MBG, Pokja Pasokan Bahan Baku Pangan diketuai oleh anggota Tim Pelaksana Harian dari Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan). “Nanti dari kami (Kemenko Pangan) akan langsung berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pangan Nasional, Bulog, dan lainnya,” kata Sesmenko Pangan, Kasan.

Pokja lain yang dibentuk adalah Pokja Percepatan Kelembagaan dan Infrastruktur Pendukung Program MBG. Pokja ini diketuai anggota pelaksana harian dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Pokja ini akan membahas pengisian formasi dan sumber daya manusia untuk pembentukan kantor bersama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai perpanjangan tangan Tim Koordinasi, serta penyempurnaan organisasi BGN.

Rapat juga menyepakati pembentukan Pokja Keamanan Pangan dan Pemenuhan Gizi yang diketuai anggota dari Kementerian Kesehatan. Salah satu tugas pokja ini adalah membahas dan mencari solusi agar insiden keamanan pangan tidak berlanjut. Hal ini sangat penting mengingat percepatan jumlah SPPG operasional yang terus bertambah.

Nanik meminta Kementerian Kesehatan mengimbau dinas-dinas kesehatan di daerah untuk mempercepat proses uji dan pemberian Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) kepada SPPG-SPPG. Sebab, BGN memberikan waktu maksimal satu bulan untuk mendaftarkan diri ke dinas kesehatan. “Kami minta biaya pengurusan SLHS juga tidak terlalu mahal,” kata Nanik.

Pokja lainnya adalah Pokja Pemberdayaan Peran Pemerintah Daerah yang diketuai anggota dari Kementerian Dalam Negeri. Pokja ini akan membahas peran pemerintah daerah dalam mendukung program MBG, termasuk pembangunan dan pengelolaan SPPG-SPPG di daerah tertinggal, terluar, terdepan.

Sedangkan Pokja kelima adalah Pokja Pemberdayaan Penerima Manfaat yang diketuai oleh anggota dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. (lyn/oni)

Bagikan artikel ini

Most Read

1

Inilah Para Pemenang Kompetisi Hackathon Sawit Nasional 2025

Nasional
2

Produsen Smartphone Tiongkok Incar Market Gaming di Jawa Timur

Ekonomi Bisnis
3

Gubernur Khofifah Targetkan Sertifikasi Sekolah-Rumah Ibadah di Jawa Timur Dipercepat

Jawa Timur
4

Chery Perkuat Pasar EV dengan Luncurkan J6T

Ekonomi Bisnis
5

Tarif Penerbangan Kediri–Jakarta Maksimal Dipatok Rp 800 Ribu

Jawa Timur

Berita Terbaru

Penguatan Industri Petrokimia Jadi Kunci Kemandirian Bahan Baku Nasional

Penguatan Industri Petrokimia Jadi Kunci Kemandirian Bahan Baku Nasional

Ekonomi Bisnis•1 jam yang lalu
SNI Wajib Jadi Pendongkrak Kinerja Industri Keramik

SNI Wajib Jadi Pendongkrak Kinerja Industri Keramik

Ekonomi Bisnis•3 jam yang lalu
Home
›Nasional
›KPAI Survei Penerima MBG, 35 Persen Anak Pernah Terima Makanan Rusak
KREATIF: Sejumlah petugas berkostum Power Rangers mengantar Makan Bergizi Gratis (MBG) di SD Negeri Tempurejo 1, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (13/11/2025).
Nasional

KPAI Survei Penerima MBG, 35 Persen Anak Pernah Terima Makanan Rusak

Editor-16 November 2025
Klik untuk perbesar

KREATIF: Sejumlah petugas berkostum Power Rangers mengantar Makan Bergizi Gratis (MBG) di SD Negeri Tempurejo 1, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (13/11/2025).

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

Bagikan artikel ini

JAKARTA - Anak adalah penerima manfaat terbesar dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Bagaimana respons anak terhadap MBG? Jawabannya bisa dilihat dari hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini.

Hingga Oktober 2025, sebanyak 36,2 juta anak telah menerima makanan dari program MBG. Dengan jumlah penerima yang begitu besar, berbagai pihak menekankan pentingnya menjadikan anak bukan sekadar objek, melainkan subjek yang didengar dalam program raksasa ini.

Dalam survei yang dilakukan KPAI, sejumlah anak menyampaikan pengalaman langsung terkait kualitas makanan yang mereka terima. “Kadang ada rasa asin, kadang buahnya bau sikil, kadang ada ulatnya,” kata salah satu responden. “Ih, tau nggak sih, aku makan buah semangka dan ternyata basi. Allahu Akbar, terus tempatnya tuh berminyak,” ujar responden lainnya.

Pernyataan tersebut muncul dalam peluncuran hasil survei bertajuk Kajian Suara Anak: Mengedepankan Perspektif Anak dalam Program Makan Bergizi Gratis pada Kamis (12/11). Kajian ini disusun KPAI dengan dukungan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Wahana Visi Indonesia (WVI). Survei ini memotret bagaimana anak-anak sebagai penerima manfaat utama dalam melihat pelaksanaan MBG sehari-hari.

Anak Perlu Dilibatkan sejak Perencanaan Program MBG

Salah satu temuan penting adalah perlunya pelibatan bermakna anak dalam perencanaan, implementasi, hingga evaluasi program. KPAI menilai, tim dapur atau SPPG seharusnya lebih sering membuka ruang diskusi dengan siswa agar menu dan pelaksanaan MBG sesuai kebutuhan dan selera anak.

“Selama ini kita lebih sering mendengar perspektif dari orang dewasa mengenai MBG. Melalui kajian ini, kami ingin mendengar apa yang disuarakan anak,” kata Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah.

Kajian ini menggunakan pendekatan Child-Led Research (CLR) atau penelitian yang dipimpin anak. Mulai penyusunan instrumen, pemetaan responden, pengumpulan data melalui diskusi terarah, hingga pengolahan data, dilakukan oleh para peneliti anak.

Survei daring disebarkan pada 11 Juli hingga 1 Agustus, menjangkau 2.241 responden di 12 provinsi. Dari jumlah tersebut, 1.624 data memenuhi kriteria analisis.

“Anak-anak adalah masa depan dan harapan bangsa. Karena itu, kami turut mendukung kajian ini sebagai komitmen untuk memahami kebutuhan anak, termasuk dalam mendapatkan hak dasarnya atas gizi yang cukup guna mendukung pertumbuhannya,” ujar Child Protection and Participation Manager WVI, Satrio Dwi Raharjo.

Baca Juga

Takut Kendaraan Mbrebet, Pengguna Motor dan Mobil Ramai-Ramai Pilih Antre di SPBU Swasta

Mayoritas responden menyampaikan apresiasi terhadap dimensi sosial-ekonomi MBG. Mereka bercerita bahwa program ini membuat mereka terbiasa makan bersama teman, membantu menghemat uang jajan, dan meringankan beban keluarga yang kurang mampu.

“Temuan awal ini menunjukkan MBG diperlukan di wilayah dengan masyarakat dari kelompok sosial-ekonomi menengah ke bawah,” kata Chief of Research and Policy CISDI Olivia Herlinda.

Namun, kajian ini juga menemukan sejumlah masalah. Sebanyak 583 responden (35,9 persen) mengaku pernah menerima makanan rusak, basi, atau mentah. Temuan ini berkaitan erat dengan meningkatnya kasus keracunan makanan MBG yang, menurut CISDI, mencapai 12.820 kasus hingga 30 Oktober. “Kasus keracunan tentu mempengaruhi kesehatan anak. Dalam jangka pendek, anak mengeluhkan gangguan pencernaan, penurunan nafsu makan, hingga diare,” ujar Olivia.

Dalam beberapa kasus, keracunan berdampak lebih serius, seperti infeksi bakteri. Jika terjadi berulang, kondisi ini dapat memicu peradangan kronis hingga kerusakan sel darah merah. “Pemulihannya tidak dapat diselesaikan dalam satu kali perawatan,” ucapnya.

Anak Alami Intimidasi dari Kepala Dapur SPPG

KPAI juga menyoroti kasus intimidasi yang dialami anak ketika mencoba melaporkan makanan tidak layak. Beberapa anak disebut mendapat tekanan dari kepala dapur saat mendokumentasikan keluhan mereka. “KPAI memandang temuan intimidasi terhadap anak yang melaporkan makan tidak layak sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak untuk menyampaikan pendapat tanpa rasa takut,” kata Aliyatul.

BGN Bentuk Lima Kelompok Kerja

Pemerintah berusaha mengatasi permasalahan yang timbul pada MBG. Yang paling baru adalah membentuk lima Kelompok Kerja (Pokja). “Pembentukan pokja-pokja ini sangat penting agar kita dapat segera menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan penyelenggaraan program MBG secara lintas kementerian/lembaga,” kata Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Nanik Sudaryati Deyang.

Salah satu yang menjadi sorotan terkait bahan baku. Pokja Pasokan Bahan Baku Pangan akan mencarikan solusi. Dengan beroperasinya 14.773 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai pelosok tanah air, konsumsi bahan pangan terus meningkat. Saat ini satu SPPG harus membeli bahan pangan untuk kebutuhan 3.000 hingga 3.500 orang setiap hari.

Baca Juga

Inilah Para Pemenang Kompetisi Hackathon Sawit Nasional 2025

“Karena permintaan terus meningkat, harga sayuran, telur, dan daging ayam mulai naik dan dapat memicu inflasi pangan,” ujarnya.

Agar dapat menjangkau kementerian/lembaga yang tidak tergabung dalam Tim Koordinasi Penyelenggaraan Program MBG, Pokja Pasokan Bahan Baku Pangan diketuai oleh anggota Tim Pelaksana Harian dari Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan). “Nanti dari kami (Kemenko Pangan) akan langsung berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pangan Nasional, Bulog, dan lainnya,” kata Sesmenko Pangan, Kasan.

Pokja lain yang dibentuk adalah Pokja Percepatan Kelembagaan dan Infrastruktur Pendukung Program MBG. Pokja ini diketuai anggota pelaksana harian dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Pokja ini akan membahas pengisian formasi dan sumber daya manusia untuk pembentukan kantor bersama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai perpanjangan tangan Tim Koordinasi, serta penyempurnaan organisasi BGN.

Rapat juga menyepakati pembentukan Pokja Keamanan Pangan dan Pemenuhan Gizi yang diketuai anggota dari Kementerian Kesehatan. Salah satu tugas pokja ini adalah membahas dan mencari solusi agar insiden keamanan pangan tidak berlanjut. Hal ini sangat penting mengingat percepatan jumlah SPPG operasional yang terus bertambah.

Nanik meminta Kementerian Kesehatan mengimbau dinas-dinas kesehatan di daerah untuk mempercepat proses uji dan pemberian Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) kepada SPPG-SPPG. Sebab, BGN memberikan waktu maksimal satu bulan untuk mendaftarkan diri ke dinas kesehatan. “Kami minta biaya pengurusan SLHS juga tidak terlalu mahal,” kata Nanik.

Pokja lainnya adalah Pokja Pemberdayaan Peran Pemerintah Daerah yang diketuai anggota dari Kementerian Dalam Negeri. Pokja ini akan membahas peran pemerintah daerah dalam mendukung program MBG, termasuk pembangunan dan pengelolaan SPPG-SPPG di daerah tertinggal, terluar, terdepan.

Sedangkan Pokja kelima adalah Pokja Pemberdayaan Penerima Manfaat yang diketuai oleh anggota dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. (lyn/oni)

Most Read

1

Inilah Para Pemenang Kompetisi Hackathon Sawit Nasional 2025

Nasional
2

Produsen Smartphone Tiongkok Incar Market Gaming di Jawa Timur

Ekonomi Bisnis
3

Gubernur Khofifah Targetkan Sertifikasi Sekolah-Rumah Ibadah di Jawa Timur Dipercepat

Jawa Timur
4

Chery Perkuat Pasar EV dengan Luncurkan J6T

Ekonomi Bisnis
5

Tarif Penerbangan Kediri–Jakarta Maksimal Dipatok Rp 800 Ribu

Jawa Timur

Berita Terbaru

Penguatan Industri Petrokimia Jadi Kunci Kemandirian Bahan Baku Nasional

Penguatan Industri Petrokimia Jadi Kunci Kemandirian Bahan Baku Nasional

Ekonomi Bisnis•1 jam yang lalu
SNI Wajib Jadi Pendongkrak Kinerja Industri Keramik

SNI Wajib Jadi Pendongkrak Kinerja Industri Keramik

Ekonomi Bisnis•3 jam yang lalu

KORAN JAWA POS

Instagram

  • @koran.jawapos
  • @jawapos.foto
  • @jawapossport

YouTube

  • @jawaposnews

TikTok

  • @koranjawapos

Email Redaksi

  • editor@jawapos.co.id

Berlangganan Koran

Hubungi WhatsApp:

+628113475001

© 2025 Koran Online. All rights reserved.

KORAN JAWA POS
Instagram:@koran.jawapos@jawapos.foto@jawapossport
Twitter:@koran_jawapos
YouTube:@jawaposnewsTikTok:@koranjawapos
Email Redaksi:editor@jawapos.co.id
Berlangganan Koran Hubungi WA:+628113475001