JAKARTA – Komisi VIII DPR meminta pemerintah menunda pemberlakuan kuota haji yang baru. Sebab, ada sejumlah provinsi yang alokasi CJH-nya menyusut drastis. Kondisi itu merugikan masyarakat yang sudah bersiap beribadah ke Tanah Suci.
Anggota Komisi VIII DPR Atalia Praratya mengkritik pembagian kuota itu. Menurut dia, Jawa Barat (Jabar) paling terdampak oleh sistem baru tersebut. ”Kami di Jawa Barat dapat dampak luar biasa. Kuota dari 38.723 menjadi 29.643 atau berkurang 9.080,” ucapnya.
Menurut politisi Golkar itu, kuota di tingkat kabupaten/ kota turun drastis. Dari total 27 kabupaten dan kota di Jabar, sebanyak 20 daerah jatah untuk CJH berkurang signifikan. Kabupaten Bandung, misalnya. Kuota haji susut sekitar 2.000 kursi. Yang paling mencolok, di Cianjur turun dari 1.300 menjadi 59 kursi saja. ”Kemudian di Kota Banjar kuotanya tinggal 10 orang saja,” ujar Istri mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil itu.
Atalia meminta pelaksanaan kuota haji itu ditunda karena merugikan CJH. Dia mendapati ada CJH yang sudah menjual sejumlah asetnya, karena diinformasikan masuk kuota 2026. ”Ada pula yang sudah cek kesehatan dan membuat paspor. Padahal, biaya tes kesehatan cukup besar,” paparnya.
Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang juga menyoroti pembagian kuota. Dia mengingatkan bahwa dalam rapat sebelumnya, pengaturan alokasi CJH memang kewenangan Menteri Haji dan Umrah (Menhaj). Namun, tetap perlu disosialisasikan ke masyarakat. Sehingga, tidak memicu kegaduhan.
Menurut politisi PKB itu, sosialisasi sangat penting. Khususnya, kepada daerah yang mengalami penurunan kuota signifikan dan kota/kabupaten yang ketambahan kuota besar. Salah satu daerah yang mendapatkan tambahan kuota yaitu Jatim, sekitar 7.000 kursi. ”Yang membuat ketetapan pembagian kuota itu keputusan siapa. menteri, wamen, atau bahkan sekjen atau dirjen,” ucapnya.
Persiapan Kemenhaj
Karena penyelenggaraan haji semakin dekat, dia meminta Kemenhaj menyiapkan laporan detail persiapan. Termasuk jadwal penerbitan visa. Karena, pada musim haji 2025 lalu, separuh visa kloter awal belum terbit. Alhasil, separuh kloter kedua didorong masuk kloter pertama. Upaya darurat itu menimbulkan rentetan masalah.
Tes kesehatan yang sudah berjalan juga menjadi perhatian Marwan. Sebab, hingga kini, belum ada intruksi bagi CJH mengikuti pemeriksaan kesehatan. Selain itu, biaya tes belum ditetapkan. ”Ada jemaah yang dipungut Rp 1,2 juta untuk tes kesehatan haji,” tegasnya.
Sampai berita ini ditulis, sesi penyampaian pertanyaan dari anggota Komisi VIII DPR masih berlangsung. Menhaj Mochammad Irfan Yusuf belum memberikan jawaban. Sebelumnya, Irfan menanggapi polemik sistem baru pembagian kuota haji.
Menurut dia, pembagian kuota haji reguler antar provinsi mengusung prinsip berkeadilan dan proporsionalitas sesuai UU 14/2025. ”Dengan ketentuan baru ini, UU 14/2025 menghadirkan reformasi mendasar dalam sistem pembagian kuota haji,” katanya. (wan/aph)



