JAKARTA – Pemerintah memutuskan skema baru penetapan kuota haji dijalankan mulai musim haji 2026, meskipun ada polemik di masyarakat. Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) berpegang teguh bahwa pola anyar tersebut lebih berkeadilan.
Wamenhaj Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, skema yang berjalan selama ini sejatinya disorot Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, skema penetapan kuota haji dengan pola baru sesuai dengan antrean atau waiting list diterapkan sehingga seluruh provinsi memiliki antrean sekitar 26 tahun.
“Kami ingin mengembalikan sistem kuota sesuai khittah-nya,” kata Dahnil di Jakarta pada Kamis (20/11) malam.
Salah satu kritik terhadap kebijakan baru itu datang dari Ketua Umum Rabitah Haji Indonesia Ade Marfuddin. Pada prinsipnya dia mendukung adanya standardisasi kuota haji Indonesia.
Namun menurut Ade, kebijakan baru penetapan kuota haji tersebut tidak tepat dijalankan saat ini. “Sebab, mengubah formasi calon jemaah haji (CJH) yang dijadwalkan berangkat 2026 nanti. Lebih baik Kemenhaj sebagai kementerian baru fokus ke layanan haji dulu,” katanya.
Dahnil menyebut, kebijakan baru tersebut wajar memicu polemik, khususnya di daerah-daerah yang mengalami penyusutan kuota. Misalnya di Jawa Barat yang tahun ini kuotanya susut sekitar 9 ribu kursi.
Sedangkan di provinsi yang kuotanya bertambah, tidak ada polemik. Dia mencontohkan Jawa Timur yang bertambah sekitar 7.000 kursi. “Di provinsi asal saya, Sumatera Utara, juga berkurang,” katanya.
Dahnil mengatakan, perubahan aturan itu merupakan konsekuensi penataan antrean yang lebih berkeadilan dan sesuai undang-undang. Dia juga mengingatkan kabupaten atau kota yang tahun ini kuotanya susut, tahun depan ada yang melonjak drastis.
Misalnya, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pada 2026, kuotanya 59 orang. Tahun berikutnya naik menjadi 76 orang. Lalu pada 2028 naik signifikan menjadi 220 orang. Sebaliknya, Kota Bekasi pada musim haji 2026 mendapat kuota 4.970 orang, kemudian pada 2027 susut menjadi 2.596 orang.
Belum Ada Instruksi
Dahnil juga merespons soal calon jemaah yang sudah periksa kesehatan tetapi tertunda keberangkatannya, serta mereka yang sudah membuat paspor dan biovisa. Dahnil menegaskan, dari Kemenhaj belum ada instruksi untuk tes kesehatan sampai saat ini.
Regulasi Kemenhaj, lanjutnya, biaya kesehatan haji maksimal Rp 1 juta per jemaah. “Syukur-syukur ada yang di bawah Rp 1 juta,” katanya.
Sementara bagi yang sudah membuat paspor, masih bisa digunakan pada tahun-tahun berikutnya. Sedangkan soal biovisa haji, Dahnil menegaskan, belum ada, sebab sistem visa haji milik Arab Saudi saja belum dibuka sampai sekarang. (wan/ttg)



